BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dikehidupan social manusia tidak lepas dari prinsip
ekonomi untuk dapat mencukupi kebutuhannya. Hanya saja dari kecukupan kebutuhan
ini terkadang sulit untuk terkendalikan (tercukupi/kekurangan). Dalam Ilmu
Ekonomi Pembangunan banyak permasalahan-permasalahan pada perkembangan ekonomi
di negara terbelakang, yang berbeda dengan pembangunan negara maju.
Permasalahan tersebut terkadang memicu perbedaan kesetaraan social antar
manusia serta penguasaan terhadap negara terbelakang tidak lahir motif
kemanusian, tetapi penguasaan material pada negara tersebut.[1]
Pada persoalan muamalah
lebih pada pola, prinsip, dan kaidah daripada memberikan jenis dan bentuk muamalah secara rinci. Seperti dalam
kaidah ushul yang berbunyi: “al ashlu fi
al muamalah al ibahah illa maa dalla ‘ala tahrimihi” yang artinya, “hukum
dasar muamalah adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya”. Sehingga dari dasar ini jenis dan bentuk muamalah perkembangannya
diserahkan kepada pakar ekonomi syariah pada bidang-bidangnya. Jika muamalah
yang dilakukan dan dikembangkan itu sesuai dengan substansi makna yang
dikehendaki oleh syara’, yakni yang mengandung prinsip dan kaidah yang
bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia dan maninggalkan kemudharatan dari mereka,
maka jenis muamalah ini dapat diterima.[2]
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
kedudukan KHES dalam bisnis ekonomi syariah?
2.
Apa
yang dimaksud dengan zakat dan ketentuannya dalam KHES?
3.
Apa
yang dimaksud dengan hibah dan ketentuannya dalam KHES?
C.
TUJUAN
1.
Menerangkan
tentang kedudukan KHES dalam bisnis ekonomi syariah
2.
Menjelaskan
pembahasan tentang Zakat
3.
Menjelaskan
tentang hibah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kedudukan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dalam
Bisnis Syariah di Indonesia
Hadirnya Undang-Undang no.3 Tahun 2006 merupakan
perubahan Undang-Undang No. 9 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang membawa
perubahan besar pada kewenangan-kewenangan Pengadilan Agama disamping wewenang
penyelesaian dibidang Keluarga Islam, Peradilan Agama juga diberi wewenang
menyelesaikan perkara dalam bidang Ekonomi Syariah yang meliputi, perbankan
syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reksadana syariah,
obligasi syariah, pembiayaan syariah, dan bisnis syariah.[3]
Setelah Peradilan Agama diperluas kewenangannya untuk
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah maka diprediksi akan banyak permasalahan
bisnis syariah dikemudian hari, oleh karena itu Mahkamah Agung (MA) RI
melakukan realisasi dengan dibentuknya KHES dalam bentuk peraturan Mahkamah
Agung (Perma) No.2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. KHES ini
sudah mengalami penyesuaian-penyesuaian ketentuan syariah yang sudah ada
seperti fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI.[4]
Materi Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah meliputi sistematika yang terdiri dari empat
buku yang terdiri 796 pasal, yaitu: 1) Buku I tentang Subyek Hukum dan Harta (amwal) yang terdiri dari 3 bab dengan 19
pasal, 2) Buku II tentang akad, yang terdiri 29 bab dengan 655 pasal, 3)Buku
III tentang zakat dan Hibah, yang terdiri 4 bab dan 60 pasal, 4) Buku IV
tentang Akuntansi Syariah yang terdiri 7 bab 62 pasal. Sehingga dapat dikatakan KHES merupakan sebuah
buku acuan dalam aplikasi muamalah di Indonesia yang disusun dalam bentuk taqnin (perundang-undangan modern) sebagai pedoman
bisnis di Indonesia.[5]
Pada buku III tentang zakat dan hibah, di bab I
menjelaskan mengenai ketentuan umum, pada bab II menjelaskan mengenai ketentuan
umum zakat, pada bab III tentang harta yang wajib dizakati, bab ini membahas
tentang zakat emas, perak, uang dan yang senilai dengannya, dan mengenai zakat
barang yang memiliki nilai ekonomis dan produksi, zakat tanaman dan
buah-buahan, zakat pendapatan, zakat madu, dan sesuatu yang dihasilkan dari
binatang, zakat profesi, zakat barang temuan dan barang tambang, zakat fitrah,
dan mustahik zakat, serta hasil zakat dab pendistribusiannya.[6]
B.
Zakat
Zakat berasal dari kata zaka yang merupakan ism masdar
yang berarti suci, tumbuh, berkah, terpuji, dan berkembang. Sedang secara
istilah zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan
kepada orang-orang yang berhak.[7]
Sedangkan menurut Undang-Undang No.38 Tahun 1998 tentang pengelolaan zakat,
menjelaskan pengertian zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang
muslim atau badan yang dimiliki orang muslim sesuai ketentuan agama untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya.[8]
Dasar hukum zakat ada pada QS. Al-Baqarah 110, yang
berbunyi:
Artinya: “dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat dan
kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan”.
Sedangkan dalam hukum positif yang mengatur tentang
zakat yakni dalam Undang-Undang No.38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Yang terdiri dari 10 Bab dan 25 Pasal.
Secara isinya pada Bab I ketentuan umum (Pasal1-3), Bab II Asas-Asas dan Tujuan (pasal 4-5), Bab III
Organisasi pengelolaan Zakat (pasal 6-10), Bab IV Pengumpulan Zakat (pasal
11-15), Bab V Pendayagunaan Zakat (Pasal 16-17), Bab VI pengawasan (Pasal VII),
Sanksi (pasal 21), Bab VIII
Ketentuan-ketentuan lain (Pasal 22-23),
Bab IX Ketentuan Peralihan (Pasal 24),
Bab X (Pasal 25).[9]
Adapun tujuan zakat menurut Faridah Prihatini dalam
bukunya yang berjudul “Hukum Islam Zakat dan Wakaf: Teori Praktiknya di
Indonesia”, antara lain:[10]
1.
Mengangkat fakir miskin dan membantunya dari kesulitan hidup serta
penderitaan.
2.
Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para gharimin, ibnu sabil, dan mustahiq lainnya.
3.
Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia
umumnya
4.
Menghilangkan sifat kikir dan
membersihkan diri dari sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dalam hati
orang-orang miskin.
5.
Menjembatani jurang pemisah antara orang kaya dengan orang miskin dalam
suatu masyarakat.
6.
Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang terutama pada mereka
yang mempunyai harta kekayaan.
7.
Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak
orang lain yang ada padanya.
8.
Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.
Dengan adanya tujuan zakat maka pelaksanaan zakat dapat
dilaksanakan atas pemanfaatan zakat sebagai distribusi kekayaan yang dapat
merubah sosial ekonomi pada kehidupan masyarakat. Sedangkan syarat-syarat harta
yang wajib dizakati antara lain:
1.
Milik penuh, maksudnya adalah menguasai dan dapat mempergunakannya atau
kekayaan itu harus dibawah kontrol dan dalam kekuasaannya.
2.
Berkembang, yakni kekayaan harus dikembangkan dengan sengaja atau mempunyai
potensi untuk berkembang atau dapat memberikan keuntungan.
3.
Cukup (se-nishab), dalam Islam
tidak wajib dizakati, jika harta tidak mencapai nishab.
4.
Lebih dari kebutuhan biasa, para ulama fiqih ada yang menambahkan ketentuan
nishab kekayaan yang berkembang itu
lebihnya kekayaan itu dari kebutuhan biasa pemiliknya. Lebih dari kebutuhan
biasa itulah seseorang disebut kaya dan menikmati kehidupan yang tergolong
mewah, karena yang diperlukan adalah kebutuhan hidup biasa yang tidak mesti
ada.
5.
Bebas dari utang, pemilikan sempurna yang dijadikan sebagai persyaratan
wajib zakat dan harus lebih dari kebutuhan primer haruslah cukup senishab yang bebas dari utang.
6.
Berlaku setahun, bahwa pemilikan yang ada ditangan si pemilik sudah berlalu
masanya 12 bulan qamariyah. Setahun
ini hanya untuk zakat ternak, uang, dan harta benda dagang. Sedangkan untuk
hasil pertanian, buah-buahan (zakat pendapatan) yakni setiap panen.
Menurut BAB III Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah, harta yang wajib dizakati meliputi:
1.
Zakat
emas dan perak
Wajib
zakat apabila pada emas dan perak telah mencapai haul, banyaknya nishab emas
85 gr, sedangkan nishab pada perak
595 gr. Besarnya zakat emas atau perak 2,5%, dan tidak disyaratkan emas dan
perak yang dizakati harus dicetak atau dibentuk
2.
Zakat
uang dan yang senilai dengannya
Zakat
pada uang baik uang local atau uang asing, saham, jaminan, cek, dan seluruh
kertas-kertas berharga yang bernilai atau senilai uang, harta yang disimpan
dengan ketentuan:
a. Harta-harta tersebut harus mencapai nishab dan melampaui satu haul.
b. Nishab
harta senilai dengan 85 gr emas
c. Besarnya zakat yang harus dibayarkan
adalah 2,5%
3.
Zakat
barang yang memiliki nilai ekonomis dan produksi
Zakat
wajib bagi barang-barang ekonomis dan produksi, baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak, yang meliputi tanaman, buah-buahan binatang ternak dan binatang
peliharaan yang diperuntukkan untuk dijual dengan syarat:
a. Mencapai nishab dan adanya maksud dan niat untuk diperdagangkan.
b. Besarnya nishab zakat barang-barang perdagangan adalah senilai 85 gr emas.
c. Zakat yang dibayarkan adalah 2,5%
d. Waktu pembayaran zakat barang-barang
perdagangan setelah melampaui satu tahun kecuali barang-barang tidak bergerak
yang digunakan untuk perdagangan, zakatnya satu kali ketika menjualnya, dan
untuk pertaniaan pada saat memanennya.
4.
Zakat
tanaman dan buah-buahan
a. Zakat wajib pada berbagai macam tanaman
dan buah-buahan yangdikeluarakan pada saat panen.
b. Zakat wajib bagi pemilik tanah yang
ditanami, demikian juga wajib bagi penyewa tanah
c. Besarnya zakat yang dikeluarkan adalah
10% jika pengairan tanah diperoleh secara alami, dan 5% jika pengairan tanah
diusahakan sendiri.
5.
Zakat
peternakan
Dikelompokkan
menjadi tiga kategori.
a. Peternak kambing, domba, biri-biri dan
sejenisnya
1) 1-39 ekor, tidak ada zakatnya
2) 40-120 ekor, zakatnya 1 ekor kambing
3) 121-200 ekor, zakatnya 2 ekor kambing
4) 201-399 ekor, zakatnya 3 ekor kambing
5) 400-499 ekor, zakatnya 4 ekor kambing
6) 500-599 ekor, zakatnya 5 ekor kambing
b. Sapi dan sejenisnya
1) 1-29 ekor tidak ada zakatnya
2) 30-39 ekor, zakatnya 1 ekor anak sapi
umur 1 tahun
3) 40-59 ekor, zakatnya 1 ekor anak sapi
umur 2 tahun
4) 60-69 ekor, zakatnya 2 ekor anak sapi
umur 2 tahun
5) 70-79 ekor, zakatnya 1 ekor anak sapi
betina umur 2 tahun, dan anak sapi jantan 1 umur 1 tahun
6) 80-89 ekor, zakatnya 2 ekor anak sapi
betina umur 2 tahun.
7) 90-99 ekor, zakatnya 3 ekor anak sapi
umur 1 tahun
8) 100-109 ekor, zakatnya 1 ekor anak
sapi betina umur 1 tahun, 2 anak sapi
jantan umur 2 tahun.
c. Unta dan sejenisnya
1) 1-4, tidak ada zakatnya
2) 5-9, zakatnya 1 ekor kambing
3) 10-14, zakatnya 2 ekor kambing
4) 15-19, zakatnya 3 ekor kambing
5) 20-24, zakatnya 4 ekor kambing
6) 25-35, zakatnya 1 ekor anak unta betina
usia 1 tahun
7) 36-45, zakatnya 1 ekor anak unta betina
usia 2 tahun
8) 46-60, zakatnya 1 ekor anak unta betina
usia 3 tahun
9) 61-75, zakatnya 1 ekor anak unta betina
usia 4 tahun
10) 76-90, zakatnya 2 ekor anak unta betina
usia 2 tahun
11) 91-120, zakatnya 2 ekor anak unta betina
usia 3 tahun
12) 121-129, zakatnya 3 ekor anak unta
betina usia 2 tahun
13) 130-139, zakatnya 1 ekor anak unta
betina usia 3 tahun, dan 2 ekor anak unta betina usia 2 tahun
14) 140-149, zakatnya 2 ekor anak unta
betina usia 3 tahun, dan 1 ekor anak unta betina usia 2 tahun
15) 150-159, zakatnya 3 ekor anak unta
betina usia 3 tahun
16) 160-169, zakatnya 4 ekor anak unta
betina usia 2 tahun
17) 170-179, zakatnya 3 ekor anak unta
betina usia 2 tahun, dan 1 ekor anak unta betina usia 3 tahun
18) 180-189, zakatnya 2 ekor anak unta
betina usia 2 tahun, dan 2 ekor anak unta betina usia 3 tahun
19) 190-199, zakatnya 3 ekor anak unta
betina usia 3 tahun, dan 1 ekor anak unta betina usia 2 tahun
20) 200-209, zakatnya 4 ekor anak unta
betina usia 3 tahun, dan 5 ekor anak unta betina usia 2 tahun
6.
Zakat
pendapatan.
a. Zakat diwajibkan dari pendapatan
angkutan baik angkutan darat, laut, dan udara dan kendaraan-kendaraan lainnya.
b. Nishab zakat pendapatan senilai dengan
zakat emas.
7.
Zakat
madu dan sesuatu yang dihasilkan dari binatang
a. Zakat wajib dikeluarkan pada madu jika
telah mencapai 70 kg setelah dikurangi biaya produksi dengan besarnya zakat
yang harus dikeluarkkan 5%.
b. Zakat diwajibkan pula terhadap sesuatu
yang dihasilkan dari binatang, seperti susu, telur, sarang burung, sarang ulat
sutera. Dan lain-lain.
c. Zakat waib dikeluarkan pula pada setiap
orang yang dihasilkan dari laut seperti ikan, mutiara, dan lain-lain besarnya
zakat 2,5%.
8.
Zakat
profesi
a. Zakat profesi dihitung dari seluruh
penghasilan yang didapatkan kemudian dikurangioleh biaya kebutuhan hidup.
b. Besar nishab zakat profesi sama dengan
nishab zakat barang yang memiliki nilai ekonomis, yaitu 85 gr emas.
9.
Zakat
barang temuan dan barang tambang
Zakat
yang dikeluarkan sebanyak 20%pda barang-barang temuan dan barang tambang yang
dihasilkan baikdari dalam tanah maupun laut, baik berbentuk padatan, cairan,
atau gas setelah dikurangi biaya penelitian dan produksi
10. Zakat fitrah
a. Diwajibkan pada setiap muslim baik tua
maupun muda, baik dikeluarkan oleh diri sendiri atau orang yang menanggungnya
dan diserahkan pada fakir miskin pada 15 hari terakhir bulan ramadhan sampai
sebelum melakukan shalat ied.
b. Seorang muslim yang terkena wajib zakat
ini apabila memiliki kemampuan untuk makan sehari semalam.
c. Besarnya zakat yang harus dikeluarkan
adalah sebanyak satu sha (2,5kg)
makanan pokok atau yang senilai dengannya.
Menururt Ismail Nawawi
dalam bukunya yang berjudul “Zakat dalam Perspektif Fiqih, Sosial, Ekonomi”
menyebutkan bahwa harta yang wajib dizakatkan dibagi menjadi dua, yakni:Pertama, Sumber zakat klasik, yang
terdiri dari; hewan ternak, emas dan perak, barang dagang, hasil pertanian, dan
barang tambang atau temuan (rikaz). Kedua, Zakat
kontemporer yang terdiri dari investasi, saham, obligasi, sertifikat, profesi
dan wirausaha, serta polis asuransi jiwa.[11]
Dalam melaksanakan
zakat, para muzakki dan amil melakukan beberapa adab yang telah menjadi
kebiasaan baik yang pantas untuk dilakukan, serta dapat mengharapkan ridho
Allah SWT., antara lain:[12]
1.
Mengeluarkan
zakat dari barang yang paling baik.
2.
Mengeluarkan
zakart dari hasil kerja yang paling baik (halal dan thoyib), tetapi petugas pengambil zakat harus mengambil barang yang
kualitasnya pertengahan.
3.
Mengeluarkan
barang yang dicintai.
4.
Dianjurkan
bagi orang yang mengeluarkan zakat untuk tidak menampakkan amalnya dihadapan
manusia.
5.
Dianjurkan
untuk tidak mewakilkan untuk pemberian
zakat kepada orang lain, kerana dikhawatirkan adanya keinginan untuk dipuji.
6.
Ketika
memberikan zakat muzakki dianjurkan
untuk berdo’a.
7.
Ketika
dianjurkan memilih orang yang menerima zakat itu orang yang bertaqwa, memiliki
ilmu, orang yang tidak menampakkan kefakirannya dan masih sanak kerabat, karena
tujuan zakat adalah semata-mata karena ibadah kepada Allah SWT.
8.
Bersegeralah
mengeluarkan zakat sebagai sikap taat kita kepada Allah SWT.
Menurut
madzab hanafi disunatkan membayar zakat pada orang fakir yang sangat memerlukan
untuk memenuhi semua keperluanya
C.
Hibah
Hibah menurut bahasa berasal dari kata wahaba (lewat dari satu tangan ke tangan
lainnya/ kesadaran untuk melakukan kebaikan), atau diambil dari kata hubbub ar rih (angin yang mengembus),
atau ibra’ (membebaskan utang).[13]
Menurut istilah yakni pemberian hak milik secara
langsung dan mutlak terhadap suatu benda ketika masih hidup tanpa ganti
walaupun dari orang yang lebih tinggi.[14]
Dasar hukum hibah ada pada QS:an-Nisa’ ayat 4, yang
berbunyi:
(#qè?#uäur
uä!$|¡ÏiY9$#
£`ÍkÉJ»s%ß|¹
\'s#øtÏU
4
bÎ*sù
tû÷ùÏÛ
öNä3s9
`tã
&äóÓx«
çm÷ZÏiB
$T¡øÿtR
çnqè=ä3sù
$\«ÿÏZyd
$\«ÿÍ£D
ÇÍÈ
Artinya:
“kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari mas kawin itu, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
sebagai hadiahyang sedap lagi baik akibatnya.”
Pada QS:al-Baqarah ayat 177 yang berbunyi:
tA#uäur
tA$yJø9$#
4n?tã
¾ÏmÎm6ãm
Írs
4n1öà)ø9$#
4yJ»tGuø9$#ur
tûüÅ3»|¡yJø9$#ur
tûøó$#ur
È@Î6¡¡9$#
tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur
Îûur
ÅU$s%Ìh9$#
...........ÇÊÐÐÈ
Artinya:
“dan memberikan hartayang dicintai kepada
kerabatnya, orang-orang yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan).”
Rukun hibah terdiri dari beberapa,
yaitu:[15]
1.
Pihak
penghibah
a.
Penghibah
sebagai pemilik atas benda yang dihibahkan
b.
Penghibah
harus seorang yang cakap serta sempurna (baligh
dan berakal)
c.
Penghibah
hendaklah melakukan perbuatan atas dasr kemauan sendiri dengan penuh kerelaan
dan bukan dalam keadaan terpaksa.
2.
Pihak
penerima hibah, pihak penerima hibah sudah ada atau ketika berakad hibah
dilakukan dalam keadaan wujud.
3.
Obyek
yang dijadikan hibah
a.
Benda
yang dihibahkan harus milik dari penghibah.
b.
Benda
yang dihibahkan sudah ada dalam pelaksanaan akad.
c.
Benda
yang dihibahkan diperbolehkan oleh syariat
d.
Harta
yang dihibahkan harus terpisah secara jelas dari harta penghibah.
4.
Akad
(ijab dan Kabul)
Sayyid
Sabiq dan Chairuman Pasaribu dalam bukunya Abdul Manan dengan judul “Aneka
Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia”, menjelaskan bahwa jika seseorang
menghibahkan hartanya, sedang orang yang memberi hibah dalam keadaan sakit
parah dan menyebabkan kematian maka hukum dari hibah tersebut berubah menjadi
wasiat. Jika ahli waris mengaku telah menerima hibah maka tidak sah hibah
tersebut, sebab dikhawatirkan pemberian hibah sewaktu menghibahkan tidak
didasarkan sukarela atau tidak lagi dapat membedakan pada saat itu mana yang
baik atau buruk, tapi sebaliknya jika ahli waris mengakui kebenaran dari hibah
maka dipandang sah.[16]
Sedangkan Jumhur Ulama berpendapat bahwa orang sakit dibenarkan menghibahkan
1/3 hartanya, dan hal tersebut menjadi wasiat.[17]
Sedangkan
hukum menarik hibah kembali merupakan perbuatan yang diharamkan, meskipun
terjadi kepada saudara, suami isteri, kecuali hibah yang diberikan oleh orang
tua kepada anaknya. Orang yang menarik hibah kembali laksana seekor anjing yang
telah mengeluarkan muntahannya lalu muntahannya dimakan/jilat kembali. Hal ini
seperti dalam Hadist Rasulullah saw, yang artinya: “Ibn Umar dan
Ibn Abbas r.a. berkata: Rasulullah saw. Bersabda: Tidak halal bagi seseorang
yang telah memberikan sesuatu pemberian
kemudian menariknya kembali, kecuali orang tua yang menarik kembali hibah yang
sudah memberikannya”.(HR. Bukhori)[18]
ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻭَﻳُﺜِﺐ ﺔﻳَّﺍﻟْﻬَﺪ ﻞﻘْﺒَﻳَ ﻭَﺳَﻠَّﻢ ﻋَﻠَﻴﻪﺍﻟﻠﻪُ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﻛَﻦَ
ﺍﻟﻠﻪُ ﺭَﺿِﻲَ ﻋَﺎﺋﺸﺔ ﺍِﺑْﻦِ ﻋَﻦ
Artinya:
bahwa Rasulullah saw, bersabda, “orang yang menarik kembali hibahnya seperti orang yang menjilat kembali
muntahannya”. (HR. Bukhori)[19]
Dari
kedua hadist tersebut dari pandangan sudut penerima hibah secara psikologis
tindakan meminta kembali barang yang telah diberikan merupakan tindakan yang
sangat menyakitkan dan mengecewakan.
Apabila
muncul suatu peristiwa perselisihan atau sengketa dalam hibah ataupun zakat
dapat dilakukan pengajuan perkara pada badan yang berwenang, yakni Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Basyarnas
adalah perubahan dari nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang
merupakan wujud dari arbitrase Islam pertama yang didirikan di Indonesia.
BASYARNAS dengan misinya yaitu, 1) menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa
muamalah (perdata) dalam bidang perdagangan, keuangan, industry, jasa, dan lain-lain.
2) memberikan pendapat yang mengikat atas permintaan para pihak tanpa adanya
sengketa mengenai persoalan tertentu dalam suatu perjanjian.[20]
BAB III
KESIMPULAN
1. Pada KHES buku III mengatur tentang zakat dan hibah, di bab I menjelaskan mengenai ketentuan
umum, pada bab II menjelaskan mengenai ketentuan umum zakat, pada bab III
tentang harta yang wajib dizakati, bab ini membahas tentang zakat emas, perak,
uang dan yang senilai dengannya, dan mengenai zakat barang yang memiliki nilai
ekonomis dan produksi, zakat tanaman dan buah-buahan, zakat pendapatan, zakat
madu, dan sesuatu yang dihasilkan dari binatang, zakat profesi, zakat barang
temuan dan barang tambang, zakat fitrah, dan mustahik zakat, serta hasil zakat
dab pendistribusiannya.
2. zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang
muslim atau badan yang dimiliki orang muslim sesuai ketentuan agama untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya. Dasar hukum zakat ada pada QS. Al-Baqarah 110. Menururt
Ismail Nawawi dalam bukunya yang berjudul “Zakat dalam Perspektif Fiqih,
Sosial, Ekonomi” menyebutkan bahwa harta yang wajib dizakatkan dibagi menjadi
dua, yakni:Pertama, Sumber zakat
klasik, yang terdiri dari; hewan ternak, emas dan perak, barang dagang, hasil
pertanian, dan barang tambang atau temuan (rikaz). Kedua,
Zakat kontemporer yang terdiri dari
investasi, saham, obligasi, sertifikat, profesi dan wirausaha, serta polis
asuransi jiwa
3. Hibah menurut bahasa berasal dari kata wahaba (lewat dari satu tangan ke tangan
lainnya/ kesadaran untuk melakukan kebaikan), atau diambil dari kata hubbub ar rih (angin yang mengembus),
atau ibra’ (membebaskan utang). Dasar
hukum hibah ada pada QS:an-Nisa’ ayat 4. pihak penghibah, pihak penerima
hibah,obyek yang dijadikan hibah, dan akad (ijab dan kabul).
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia
(Jakarta:Kencana Media Group, 2006),134.
Ali,
Zinuddin.Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta:Sinar
Grafika, 2008. 13.
Anshori, Abdul Ghofur Penyelesaian Sengketa Perbankan
Syariah:Analisis Konsep dan UU No.21 Tahun 2008.Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press, 2010.
Bassam,
Abdullah bin Abdurahman Alu. Syarah Hadist Pilihan Bukhori Muslim .Bekasi:Darul
Falah, 2011.
Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian di Indonesia. Jakarta:Kencana Media Group, 2006.
Harahap,
M.Yahya. Informasi Materi Kompilasi Hukum
Islam: Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam dalam Kompilasi Hukum Islam dan
Peradilan Agama dalam Sistem Nasional. Jakarta:Logos, 1999. 30.
Hasan, M.Ali.Zakat dan Infaq:Sebagai Solusi Mengatasi Problem Sosial di Indonesia
.Jakarta:Kencana Media Group, 2008.
Jhingan,
M.L. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan.
Jakarta:PT Raja Grafindo, 2012.
Mardani.
Fiqh Ekonomi Syariah-Fiqh Muamalah. Jakarta:Prenada
Media Group, 2012.
Mardani. Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia.
Bandung:PT.Refika Aditama, 2011.
Nawawi,
Ismail. Zakat dalam Perspektif Fiqih,
Sosial, Ekonomi. Surabaya:PNM, 2010.
Prihartini, Faridah.
Hukum
Islam Zakat dan Wakaf: Teori dan Praktiknya di Indonesia. Jakarta:Papan Sinar Santi bekerjasama dengan Badan
Penerbit FHUI, 2005.
[1] M.L. Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan (Jakarta:PT
Raja Grafindo, 2012),3.
[2] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah-Fiqh Muamalah (Jakarta:Prenada
Media Group, 2012),6.
[3] Hingga saat ini, pada
wewenang yang menangani kasus atau perselisihan sengketa dalam bidang hukum
ekonomi syariah masih diselesaikan di Pengadilan Negeri yang penyelesaiannya
notabene bukan syariah. Dalam praktiknya sebelum diamandemen Undang-Undang No.7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, penegakan hukum kontrak bisnis pada lembaga
–lembaga keuangan syariah masih mengacu pada ketentuan hukum perdata (KUH
Perdata) yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk
Wetboek. Lihat Zinuddin Ali, Hukum
Ekonomi Syariah (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), 13.
[4] M.Yahya Harahap, Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam: Mempositifkan
Abstraksi Hukum Islam dalam Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam
Sistem Nasional (Jakarta:Logos, 1999), 30.
[10]Faridah
Prihartini, Hukum Islam Zakat dan Wakaf:
Teori dan Praktiknya di Indonesia (Jakarta:Papan Sinar Santi bekerjasama
dengan Badan Penerbit FHUI, 2005), 50.
[11] Ismail Nawawi, Zakat dalam Perspektif Fiqih, Sosial,
Ekonomi (Surabaya:PNM, 2010), 25-36.
[12] M.Ali Hasan, Zakat dan Infaq:Sebagai Solusi Mengatasi
Problem Sosial di Indonesia (Jakarta:Kencana Media Group, 2008), 15.
[13] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah..,342-343.
[14] Ibid.,343.
[15]Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan
Perasuransian di Indonesia (Jakarta:Kencana Media Group, 2006),32.
[16] Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta:Kencana Media Group, 2006),134.
[18] Abdullah bin Abdurahman Alu
Bassam, Syarah Hadist Pilihan Bukhori
Muslim (Bekasi:Darul Falah, 2011),811.
[19] Ibid.,182.
[20] Abdul Ghofur Anshori,
Penyelesaian Sengketa Perbankan
Syariah:Analisis Konsep dan UU No.21 Tahun 2008 (Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press, 2010),90.
M.S.R
Labels:
Makalah
Thanks for reading ZAKAT dan HIBAH DALAM KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH. Please share...!
0 Komentar untuk "ZAKAT dan HIBAH DALAM KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH"