-->

Kumpulan Makalah, Artikel dan Share Informasi

PERKEMBANGAN ZISWAF DI INDONESIA

                            PERKEMBANGAN ZISWAF DI INDONESIA

(Tata Kelola dan Perkembangan ziswaf)


BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG.

Berbagai program pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraaan masyarakat yang telah dilaksanakan oleh pemerintah dengan memberdayakan masyarakat masih belum memperlihatkan hasil dan dampak yang signifikan. Hal ini menandakan bahwa pemerintah pun perlu didukung dan dibantu dengan program-program pemberdayaan masyarakat lainnya. Dengan pendayagunaan ZISWAF (Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf), tentunya sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan dan pengembangan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki ummat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Ziswaf seyogyanya menjadi dana produktif agar masyarakat tidak hanya dapat menikmati akan tetapi juga dapat menghasilkan, mendayagunakan dana tersebut untuk kemaslahatan umat. Oleh karena itu Hasil penghimpunan zakat haruslah berputar, tak lagi hanya sekedar untuk dikonsumsi, aka,n tetapi perlu dimanfaatkan, agar dana atau hasil penghimpunan zakat menjadi produktif. Produktif, artinya menghasilkan sesuatu, menambah dan memperluas manfaat dari sesuatu. Di Indonesia, upaya meningkatkan efektivitas dan kredibilitas zakat dalam ranah pembangunan nasional semestinya berfokus pada beberapa agenda. ​Pertama, ​peningkatan penerimaan dana zakat melalui lembaga lembaga zakat. ​Kedua, ​peningkatan efektifitas penyaluran atau pendayagunaan dana zakat. ​Ketiga,mampu menghadapi tantangan dan peluang dalam pengelolaan zakat.

Selain itu wakaf sebagai bentuk instrumen khas ekonomi Islam  yang berdasarkan unsur asalnya berupa kebajikan (birr), kebaikan (ihsan), dan persaudaraan. Ciri khas pada wakaf adalah pergeseran kepemilikan pribadi menuju kepemilikan umat yang diharapkan abadi dan memberikan manfaat  secara berkelanjutan (sustainbility).[1] Sebagai salah satu praktek keagamaan yang erat hubungannya sengan sosial ekonomi, zakat, infaq, sadaqah, dan wakaf  telah banyak membantu pembangunan secara meluas di Indonesia baik secara sumber daya manusia maupun sumber daya sosial.[2]

B.     RUMUSAN MASALAH.

1.        Bagaimana Manajemen Pengumpulan (fundrising),  Tata Kelola Aset, Penyaluran Hasil, dan Pelaporan Ziswaf di Indonesia?

2.        Bagaimana Perkembangan Ziswaf di Indonesia?

 

C.    TUJUAN

1.        Mengetahui penerapan manajemen Pengumpulan (fundrising),  Tata Kelola Aset, Penyaluran Hasil, dan Pelaporan Ziswaf di Indonesia

2.        Mengetahui perkembangan Ziswaf di Indonesia

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Manajemen Pengumpulan (Fundrising), Tata Kelola Aset, Penyaluran Hasil, dan Pelaporan ZISWAF di Indonesia.

Zakat berasal dari kata zaka yang merupakan ism masdar yang berarti suci, tumbuh, berkah, terpuji, dan berkembang. Sedang secara istilah zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak.[3] Sedangkan menurut Undang-Undang No.38 Tahun 1998 tentang pengelolaan zakat, menjelaskan pengertian zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki orang muslim sesuai ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.[4]

Dasar hukum zakat ada pada QS. Al-Baqarah 110, yang berbunyi:[5]

Artinya: “dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.[6]

Infaq adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang guna menutup kebutuhan orang lain, baik berupa minuman, makanan dan sebagainya; berderma atau memberikan sebagian dari rizki (karunia) atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain dengan ikhlas karena Allah dan berharap ridho dan berkah-Nya. Shadaqah adalah pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan, ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima shadaqah, tanpa disertai imbalan.[7] Shadaqah ini hukumnya adalah sunnah, bukan wajib. Sedangkan wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam  adalah suatu perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukkum yang memisahkan sebagian harta miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau kepentingan umum lainnya sesuai ajaran Islam.[8] Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara konkrit tekstual. Wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Selain dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimin sejak masa awal Islam hingga sekarang.[9]

Pada penghimpunan dana zakat oleh BAZ (BAZNAS dan BAZDA) mengalami peningkatan semenjak tahun 2002. Secara total dana zakat yang dikumpulkan oleh BAZ adalah sebesar 12 milyar rupiah pada tahun 2002 yang meningkat mencapai 142 milyar rupiah pada tahun 2006. Sebagaimana dijelaskan di bagian sebelumnya, sebagai tindak lanjut dari UU Pengelolaan Zakat No. 38/1999, berbagai daerah di tanah air menerbitkan perda zakat. Dalam kelembagaan pengelolaan zakat terdapat unsur, pertimbagan, unsur pengawas, unsur pelaksana. Keberadaan tiga unsur dalam kelembagaan pengelolaan zakat menunjukkan adanya penerapan manajemen modern dalam pengelolaan zakat. Manajemen zakat yang baik adalah suatu keniscayaan. Dalam ​Undang-Undang (UU) No.38 Tahun 1999 yang sudah diamandemen menjadi UU No.23 Tahun 2011[10] dinyatakan bahwa “Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat”.

Untuk itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat ukurnya.[11] 1) Amanah ​. Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua sitem yang dibangun. 2) Sikap profesional ​. Sifat amanah belumlah cukup, harus diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya, 3) Transparan ​. Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu sistem kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi juga akan melibatkan pihak eksternal. Dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisir.

Pada implementasi manajemen penghimpunan Ziswaf di Indonesia Berdasarkan UU Pengelolaan Zakat No. 38/1999 dana zakat dapat dikumpulkan melalui Badan Amil Zakat (BAZ) bentukan pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) bentukan non-pemerintah yang tersebar diseluruh pelosok tanah air.[12] Selain kedua institusi tersebut sebenarnya terdapat satu institusi penting lainnya yang juga mengelola ziswaf, antara lain individu, pesantren, masjid, dan yayasan amal, karena sifatnya yang semi-formal, keberadaan institusi ini tidak dapat diatur dalam undang-undang.[13] Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil ziswaf yang dibentuk oleh pemerintah dan lembaga amil ziswaf yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah atau LAZ, yang mana pengumpulan ziswaf dapat dilakukan melalui penyerahan langsung (datang) ke Badan Amil Zakat melalui conter zakat, unit pengumpulan zakat, pos, bank, pemotongan gaji, dan pembayaran zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak ataupun jemput bola yang dilakukan oleh LAZ sebagai salah satu fasilitas yang diberikan kepada muzakki. Atau pada penghimpunan dana ziswaf oleh BAZ (BAZNAS dan BAZDA)/ LAZ dari sumber dana seperti masyarakat umum, lembaga/instansi usaha, dan pemerintah yang merupakan donatur atau muzakki, lalu menciptakan dana abadi dengan adanya pemberdayaan bagi aset penghimpunan dan mengkapitalisasi dari barang ataupun jasa guna sebagai penggiat dari penghimpunan zizwaf. Pada penghimpunan ini dilakukan dengan sesuai dari visi-misi BAZ/ LAZ yang termotivasi kepentingan ibadah, pemberdayaan dengan program  dan cara penghimpunan yang dilakukan oleh volounter atau amil secara langsung bertemu atau tidak dengan muzakki

Pendayagunaan ziswaf merupakan kegiatan untuk memberikan multimanfaat bagi mustahik zakat dengan memanfaatkan hasil penghimpunan zakat. Dalam hal ini berarti dana zakat berorientasi pada kegiatan produktif, bukan hanya konsumtif. Aspek manajemen zakat merupakan hal yang penting dan fundamental. Selain itu dalam pengelolaan aset dapat dilakukan dengan cara pemberdayaan mustahik antara lain pengembangan Ekonomi, Pembinaan SDM (Sumber Daya Manusia), dan Layanan Sosial.[14] Dalam melakukan kegiatan pengembangan ekonomi, ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh LAZ antara lain, penyaluran modal  yang dapat diberikan pada perorangan atau kelompok sehingga diharapkan mustahik dapat semakin mengembangkan usahanya dan dapat berkontribusi pada mustahik lainnya sehingga dapat mendorong kegiatan ekonomi masyarakat secara meluas. Penciptaan lapangan kerja yakni diharapkan usaha yang dibantu tersebut dapat memberikan porsi lapangan pekerjaan untuk dapat mengentas kemiskinan dan penganguran. Sedangkan dalam pembinaan SDM, maka LAZ dapat melakukan pada program beasiswa yang bertujuan untuk membantu mustahik  dalam meningkatkan kapasitas dirinya sehingga dapat merubah nasibnya kelak. Diklat dan Kursus ketrampilan yang diberikan kepada mustahik yang kurang semangat melanjutkan pendidikan maka jalur pelatihan praktis cukup efektif untuk menambah keahlian dan ketrampilan sehingga dapat meningkatkan etos kerja mustahik. Selanjutnya adalah layanan sosial yang diberikan kepada kalangan mustahik dalam memenuhi kebutuhan mereka.

Selain itu dalam meningkatkan aset ziswaf oleh BAZ/LAZ. Pengelolaan aset ziswaf merupakan tindakan ibadah  untuk meningkatkan sosial ekonomi umat yang dikembangkan pada suatu hal yang memiliki potensi besar dari lembaga BAZ/LAZ dalam bentuk kemandirian umat, yang mana BAZ/LAZ yang membuat program dan bentuk keberhasilannya ditentukan oleh mustahiq serta besaran modal yang ditentukan masih bergantung kepada muzakki. Sedangkan pada aset wakaf dalam upaya produktifitas yang bertujuan pada sosial ekonomi umat keberhasilannya ditentukan oleh nadhir, dimana nadhir harus memiliki skill, networking dan revitalisasi yang baik sehingga dapat memaksimalkan produktifitas aset wakaf.

Sedangkan pada praktek penyaluran atau distribusi ziswaf jika kita melihat pengelolan zakat pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat kemudian di aplikasikan pada kondisi sekarang. Pada penyaluran zakat dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni bantuan sesaat (pola tradisonal/konsumtif) dan pemberdayaan (pola kontemporer/produktif).[15] Pada pola tradisional bentuk penyalurannya langsung diberikan kepada mustahik sebagai bentuk konsumtif atau phylantropy. Sedangkan jika diberikan dalam bentuk pemberdayaan seperti halnya dana tabaru’yang diberikan kepada mustahik  sebagai modal usaha atau suatu hal lain yang dapat memberdayakan dirinya dan lingkungannya. sedangkan sasaran penerima Allah SWT menetapkan delapan golongan mustahik (asnaf Mustahik). Terdiri dari fakir, miskin, amil, muallaf, riqob, ghorimin, fisabilillah, dan ibnu sabil. klasifikasi golongan mustahik dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu: kelompok permanen dan kelompok temporer.[16]

1.        kelompok pemanen : fakir, miskin, amil, dan muallaf. Empat golongan mustahik ini diasumsikan akan selalu ada di wilayah kerja organisasi pengelolaan zakat dan karena itu penyaluran dana kepada mereka akan terus menerus atau dalam waktu lama walaupun secara individu penerima berganti-ganti.

2.        Kelompok temporer : riqob, ghorimin, fisabilillah dan ibnu sabil. Empat golongan mustahik kini diasumsikan tidak selalu ada di wilayah kerja suatu organisasi pengelolaan zakat

 Pada pelaporan Ziswaf harus dilaksanakan guna mengatur pengawasan dan pertanggung jawaban dana ziswaf yang terhimpun dan yang telah didistribusikan. Adapun tujuan dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakaian dalam pengambilan keputusan ekonomi.[17]  Adapun karakteristik laporan keuangan antara lain:[18]

1.        Dapat dipahami,pada kualitas informasi yang penting dapat ditampung dalam laporan serta mudah dimengerti oleh pembaca laporan.

2.        Relevan, agar bermanfaat informasi harus relevan dan dapat memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan, sehingga hal ini dapat menegaskan atau mengoreksi hasil dan evaluasi  untuk kebaikan masa depan.

3.        Keandalan, bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan dalam penyajian hasil yang jujur. Untuk dapat diandalkan maka informasi harus memenuhi beberapa hal seperti, menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa, seperti neraca, dana syirkah kontemporer dan sebagainya. Selain itu perlu adanya catatan dan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi  yang sesuai dengan prinsip syariah, laporan harus netral yang ditujukan untuk umum  dan didasarkan pertimbangan akal yang sehat.[19]

Upaya untuk mewujudkan pengelolaan yang profesional dan memiliki laporan keuangan yang terpercaya pada organisasi non profit khususnya lembaga pengelolaan zakat, infak, dan sedekah maka mereka diharuskan menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 109 tentang Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah. PSAK 109 disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia sebagai bagian dari penyempurnaan transaksi pengelolaan zakat dan infak/sedekah pada organisasi pengelola zakat. Ketetapan tersebut berlaku Sejak 11 Januari 2012. PSAK 109 mengatur bagaimana pengakuan dan pengukuran dana zakat, infak/sedekah, penyajian, pengungkapan, dan pelaporan keuangan amil zakat. Pada perlakuan pelaporan ziswaf biasanya menggunakan pelaporan akuntansi. Akuntansi ziswaf adalah proses pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi ziswaf  dengan kaidah syariah Islam untuk memberikan informasi pengelolaan zakat, infaq, sedekah oleh amil kepada stakeholder untuk mencapai good govermance, transparancy, responsibility, accountability, fairness, dan independency.[20] Dalam perlakuan akuntansi ziswaf ini ada komponen Laporan keuangan antara lain: neraca (laporan posisi keuangan), laporan perubahan dana, laporan perubahan aset kelolaan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.[21]

B.     Perkembangan Zizwaf di Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk mulim yaitu sejumlah 216,66 juta jiwa, dengan presentasi sebesar 85 % dari total penduduk Indonesia.[22]  Hal ini menyiratkan bahwa zakat, infaq, dan sadaqah memiliki potensi besar dan dapat berkontribusi mengurangi kemiskinan di Indonesia. Begitupula faktanya dari tahun 2002 hingga 2015 terjadi kenaikan jumlah penghimpun dana zakat sebesar 5310,15%.  Dalam kerangka regulasi dan institusi ziswaf di Indonesia setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai zakat oleh Peraturan Menteri Agama No.4 Tahun 1998 tentang pembentukan Badan/Amil Zakat, tetapi tidak terealisasikan undang-undang ini. Lalu pemerintah mengeluarkan SK.No. 29 dan No.47 Tahun 1991. Lalu perkembangan zakat meningkat secara signifikan setelah UU no.38 Tahun 1999 diamandemen UU No.23 Tahun 2011 mengenai pengelolaan zakat.

Saat ini di Indonesia setidaknya terdapat 33 BAZ yang berada di bawah pemerintah provinsi, dan 34 LAZ yang diorganisasikan oleh masyarakat. Hal tersebut tentunya menyimpan suatu peluang dan tantangan tersendiri bagi gerakan zakat nasional. Beberapa peluang dari berdirinya badan/lembaga zakat tersebut diantaranya:[23] 1) Dari sisi umat, Umat mudah membayar zakat semakin mudahnya menyalurkan dana zakat, baik dari segi waktu maupun tempat. Khusu untuk zakat mal, umat Islam tidak harus menunggu akhir Ramadhan atupun harus membayarkan melalui masjid terdekat.2) Pemerintah terbantu dengan adanya lembaga zakat, dari sisi pemerintah, munculnya begitu banyak BAZ/LAZ tersebut dapat membantu pemerintah untuk mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat, untuk dimanfaatkan penggunaannya dalam hal penanganan permasalahan bangsa, seperti pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan. 3) Lembaga zakat berlomba mengumpulkan dan menyalurkan zakat dari sisi BAZ/LAZ, keberadaan banyak organisasi tersebut dapat menjadi pemicu untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat), tidak hanya dalam pengumpulan zakat, tapi juga dalam penyaluran dan tata organisasi masing-masing BAZ/LAZ yang ada, mendapat kepercayaan penuh dari umat untuk menjadi perantara pelaksanaan zakat.

Perzakatan di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis seiring dengan perkembangan zaman. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:[24] pertama, Indonesia telah memiliki regulasi kekuatan hukum tentang pengelolaan zakat yakni dalam UU No.23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun 2012 dan Inpres No.3 Tahun 2014. Hal ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam upaya memajukan ziswaf ke arah pembangunan ekonomi umat secara merata. Kedua,  adanya peningkatan jumlah ziswaf dari tahun ke tahun, hal ini menandakan adanya kesadaran dari umat muslim di Indonesia untuk berzakat, infaq, sadaqah, dan wakaf dan menyalurkannya melalui lembaga BAZ/LAZ. Ketiga, potensi zakat di Indonesia menunjukkan angka yang cukup besar yakni 3,4% dari total PDB Indonesia atau sebesar Rp 217 Triliun  pada tahun 2010. Walaupun potensi ini belum didukung dengan realita penghimpunannya dengan baik, tetapi ini dapat dijadikan tanda bahwa ziswaf di Indonesia dapat berkembang lebih besar lagi kedepannya, baik dari segi kuantitas dan kualitasnya.

Oleh karena itu peranan BAZ/LAZ semakin signifikan dengan segala kewenangan yang dimilikinya berdasarkan aturan hukum di Indonesia, sehingga dapat dioptimalkan system kerjanya melalui kualitas kepemimpinan dan manajemen BAZ/LAZ khususnya dalam berinteraksi dengan semua pemangku kepentingan zakat di Indonesia. Dalam tantangan efektivitas pemanfaatan zakat akan semakin besar perkembangannya di masyarakat. Dimana masyarakat semakin kritis dan arus teknologi informasi semakin terbuka luas, dan pada akhirnya masyarakat ingin mengetahui bahwa pemanfaatan zakat yang dilakukan oleh BAZ/LAZ betul-betul sudah efektif, yaitu ikut serta mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia.

Seperti pada perkembangan yang dilakukan oleh LAZNAS Rumah Zakat yang telah memberikan tambahan warna untuk memperindah manajemen ziswaf, yakni dengan  peluang teknologi era digital, yakni melalui urun dana (fundrising)  dalam bentuk aplikasi “Crowdfunding” yang diintegrasikan dengan kemampuan digital internet bertujuan, praktek penggalangan dan pengelolaan ziswaf akan semakin besar.  Dalam hal ini Rumah Zakat mengkolaborasikan aplikasi Crowdfunding dengan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) untuk memudahkan wajib pajak dengan pembayaran pajak. Hal ini pun memberikan peluang ziswaf dalam melakukan donasi melalui online kedepannya akan sangat signifikan disbanding melalui cash/face to face.

 

BAB III

KESIMPULAN

 

1.        Penghimpunan Ziswaf di Indonesia Berdasarkan UU Pengelolaan Zakat No. 38/1999 dana zakat dapat dikumpulkan melalui Badan Amil Zakat (BAZ) bentukan pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) bentukan non-pemerintah yang tersebar diseluruh pelosok tanah air. Pendayagunaan ziswaf merupakan kegiatan untuk memberikan multimanfaat bagi mustahik zakat dengan memanfaatkan hasil penghimpunan zakat. Dalam hal ini berarti dana zakat berorientasi pada kegiatan produktif, bukan hanya konsumtif. Aspek manajemen zakat merupakan hal yang penting dan fundamental. Selain itu dalam pengelolaan aset dapat dilakukan dengan cara pemberdayaan mustahik antara lain pengembangan Ekonomi, Pembinaan SDM (Sumber Daya Manusia), dan Layanan Sosial. Pada distribusi ziswaf jika kita melihat pengelolan zakat pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat kemudian di aplikasikan pada kondisi sekarang. Pada penyaluran zakat dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni bantuan sesaat (pola tradisonal/konsumtif) dan pemberdayaan (pola kontemporer/produktif). sasaran penerima Allah SWT menetapkan delapan golongan mustahik (asnaf Mustahik). Terdiri dari fakir, miskin, amil, muallaf, riqob, ghorimin, fisabilillah, dan ibnu sabil.

2.        Perzakatan di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis seiring dengan perkembangan zaman. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:[25] Indonesia telah memiliki regulasi kekuatan hukum tentang pengelolaan zakat, adanya peningkatan jumlah ziswaf dari tahun ke tahun, potensi zakat di Indonesia menunjukkan angka yang cukup besar yakni 3,4% dari total PDB Indonesia atau sebesar Rp 217 Triliun  pada tahun 2010, hal ini dapat dijadikan tanda bahwa ziswaf di Indonesia dapat berkembang lebih besar lagi kedepannya, baik dari segi kuantitas dan kualitasnya.


 

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an

Az Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam wa Adillatuhu, tt: ,1996.

Aziz, Abdul et.al. Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer. Bandung: Alfabeta, 2010.

Badan Pusat Statistik Tahun  2015

Baznas, Outlook Zakat Indonesia 2017 (Jakarta: Pusat Kajian Strategis BAZNAS, 2017)

Daud Ali, ​ Mohammad. Sistem Ekonomi Zakat dan Wakaf. Jakarta:UI-Press, 1998.

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan) vol.1. Jakarta: Departemen RI, 2009

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Mardani. Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Bandung: PT.Refika Aditama, 2011.

Mirtanti, ​Nana. Indonesia Zakat dan Development Report 2009. Jakarta: tp, 2009.

Muhammad, Rifqi. Akuntansi Keuangan syariah: Konsep dan Implementasi PSAK Syariah. Yogyakarta: P3EI Press, 2010.

Nurhayati, Sri dan Wasilah.  Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat, 2009. 

Qadir, Abdurrahman. Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2002.

Saefuddin, AM. Membumikan Ekonomi Islam. Jakarta: PT. PPA Consultans, 2011.

Undang-Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat

Zaid, Omar Abdullah. Akuntansi Syariah: Kerangka Dasar, Sejarah Keuangan, dalam Masyarakat Islam. Jakarta: LPFE, 2004.

Nur Kholis, Wakaf dan Upaya Memberdayakan Potensinya Secara Produktif di Indonesia (Http://nurkholis77.staff.uin.ac.id diakses pada Jum’at 09 Juni 2017

[1] AM Saefuddin, Membumikan Ekonomi Islam (Jakarta: PT. PPA Consultans, 2011), 125.

[2] Abdul Aziz, et.al. Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer (Bandung: Alfabeta, 2010), 65.

[3] Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Bandung:PT.Refika Aditama, 2011),  27.

[4] Ibid. Atau lihat pasal 1 ayat (3) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

[5] QS: al Baqarah  ayat 110.

[6] Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan) vol.1. (Jakarta: Departemen RI, 2009), 56.

[7] Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu (1996 : 919)

[8] Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Pasal 215 ayat 1.

[9] Nur Kholis, Wakaf dan Upaya Memberdayakan Potensinya Secara Produktif di Indonesia (Http://nurkholis77.staff.uin.ac.id diakses pada Jum’at 09 Juni 2017

[10] Undang-Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

[11] Widodo,

[12] UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat

[13] Nana Mirtanti, ​Indonesia Zakat dan Development Report 2009, ​(Jakarta: tt, 2009), 12.

[14] Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),

[15] Mohammad Daud Ali, ​Sistem Ekonomi Zakat dan Wakaf, ​(Jakarta:UI-Press, 1998), 68.

[16] Ibid.

[17] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2009), 95.

[18] Ibid.,96. Dan Lihat di Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan syariah: Konsep dan Implementasi PSAK Syariah (Yogyakarta: P3EI Press, 2010), 96.

[19] Ibid.,97.

[20] Omar Abdullah Zaid, Akuntansi Syariah: Kerangka Dasar, Sejarah Keuangan, dalam Masyarakat Islam (Jakarta: LPFE, 2004), 57.

[21] Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan syariah: Konsep dan Implementasi PSAK Syariah (Yogyakarta: P3EI Press, 2010), 400.

[22] Badan Pusat Statistik Tahun  2015

[23] Nana Mirtanti, ​Indonesia Zakat..., 31.

[24] Baznas, Outlook Zakat Indonesia 2017 (Jakarta: Pusat Kajian Strategis BAZNAS, 2017)

[25] Baznas, Outlook Zakat Indonesia 2017 (Jakarta: Pusat Kajian Strategis BAZNAS, 2017)

Di susun oleh : May Shinta R.

Labels: Makalah

Thanks for reading PERKEMBANGAN ZISWAF DI INDONESIA. Please share...!

0 Komentar untuk "PERKEMBANGAN ZISWAF DI INDONESIA"

Back To Top