SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU
MANTHIQ
Mengulas masalah sejarah manthiq, maka tidak akan terlepas
dari sejarahperkembangan logika. Dan berbicara tentang sejarah logika, maka
tidak dapatdipisahkan dari para filosof. Menelusuri para filosof maka tidak
lepas darikeberadaan Yunani. Dan salah satu yang dianggap berperan
dalammengembangkan logika di Yunani adalah Aristoteles. Karena itulah, maka
untukmengetahui secara paripurna mengenai perkembangan ilmu manthiq dari
akarnya,mau tidak mau kita harus menjelajahi alam pemikiran Yunani.Berikut ini
adalah gambaran singkat tentang perkembangan ilmu manthiqyang penulis kutip
dari tulisan Maria Ulfa Fauzi, seorang mahasiswi Al-Azhar Kairoyang diunduh
dari http://dnjatiinstitute.blogspot.com.Sangat wajar ketika orang Yunani
menganggap Aristoteles sebagai Tuhandan Dewa mereka. Hanya dengan jargon
rasionalitasnya dia mampu menghipnotisratusan ilmuwan demi mengungkap hakekat
sebuah kebenaran. Peranan akal yangdi Maha Dewa-kan hingga saat ini
berkemungkinan mendapati konklusi yang tidaksepenuhnya benar, karena pada
kenyataannya akal belum mampu mengungkapsepenuhnya rahasia alam yang tak
terbatas.Rasionalitas akan selalu diagungkan seperti halnya demokrasi dalam
kancahperpolitikan. Sketsa perkembangan logika yang luar biasa ini akan
terusmerelevankan diri terhadap segala perkembangan yang tidak mutlak, terlebih
ketikamenemukan hal baru yang butuh penalaran. Dalam teorinya, Aristoteles
selalumelakukan pendekatan rasional yang tercermin dari setiap karyanya, bahkan
alamsemesta menurutnya tidaklah dikendalikan oleh hal- hal yang serba kebetulan
melainkan tingkah laku alam semesta ini tunduk pada hukum-hukum
rasional.Pengamatan empiris dan alasan- alasan logis harus dimanfaatkan
dalammempertanyakan tiap aspek dunia alamiah secara sistematis. Dengan dogma
inilahbudaya Eropa mulai berubah dari hal- hal yang ber-aromakan mistik dan
takhayul.Perumusan logika Aristoteles dan dijadikannya sebagai dasar
ilmupengetahuan secara epistemologi bertujuan untuk mengetahui dan mengenal
caramanusia mencapai pengetahuan tentang kenyataan semesta baik sepenuhnya
atautidak serta mengungkap sebuah kebenaran. Karena akal adalah yang paling
mudah untuk membedakan antara manusia dan bukan manusia. “ Wa Ja‟ala Lakum
al-Sam‟a wa al- Abshar wa al-Af idah” ( QS: 67 Ayat 23). Kalimat af
idah dimaknai sebagai otak untuk berfikir, yang menurut Ibnu Khaldun mempunyai
tigakomponen; pertama, (practical knowledge) termasuk di dalamnya politik,
etika danekonomi, kedua (productive knowledge) termasuk art dan handycraft, ketiga(theoretical
knowledge) termasuk matematika, filsafat dan metafisika.
Definisi logika sebagai ilmu untuk
meneliti hukum- hukum berpikir secarabenar harus mempunyai titik pembenaran
tentang kebenaran itu sendiri. Maka ahlimantik dalam hal ini mencapai sebuah
konklusi, yaitu ketika sebuah pernyataansesuai dengan kenyataannya maka itu
benar dan pernyataan yang didasarkan padakoherensi logis adalah benar, karena
kekuatan pikiran kita sebatas kebenaran yangkita ketahui. Pikiran yang tidak
didasarkan pada kebenaran tidak memilikikekuatan. Jika aklamasi mengarah kepada
logika adalah representasi dari segala
kebenaran
pengetahuan, maka akan timbul pertanyaan „keindependensian‟ logika,
apakah
termasuk dari bagian sebuah pengetahuan atau hanya sebagai „kacung‟ ilmu
pengetahuan?
Stoikisme mengklasifikasikan ilmu menjadi tiga tema besar, yaitumetafisika,
dialektika dan etika.
Dan dialektika adalah logika. Maka mereka lebihcenderung
memasukkan logika sebagai bagian dari Filsafat, berbeda dengan IbnuSina dalam
bukunya al- Isyarat wa al- Tanbiihaat yang memisahkan logika sebagaiilmu
independen sekaligus sebagai pengantar. Dalam hal ini Al-Farabi lebihmengekor
pernyataan Ibnu Sina bahwa Mantik sekali lagi adalah Khaadimul „Ulum yang
independen. Keterpengaruhan Mantik Arab dengan neo-platonisme danAristoteles
sangat jelas jika dilihat dalam hal ini, karena essensi dari pada logika
itusendiri adalah ketetapan hukum untuk mengetahui sesuatu yang belum
diketahui. Stoikisme merupakan aliran filsafat yang didirikan oleh Zeno 308 M.
percaya bahwa akal yangmeresapi alam semesta, dan orang- orang yang bijaksana
harus melakukan disiplin terhadap dirinyadalam menerima nasibnya.
Dan sejatinya tidak ditemukan perbedaan yang mendalam, hanya
dari sisipandangnya saja yang membuat seakan berbeda.Pengklasifikasian ilmu
menurut Ibnu Khaldun terbagi menjadi dua hal, yaitu« ulum maqsuudah bi al-
dzaat » termasuk di dalamnya ketetapan hukum-hukum syari‟at yang
diambil dari penafsiran al Qur‟an, al-Sunnah, Fiqh dan Kalam,
kemudian Metafisika dan Ketuhanan yang diambil dari Filsafat. Kedua adalah ilmu
yang dijadikan sebagai alat dan pengantar ilmu itu sendiri seperti Bahasa Arab
danMantik yang digunakan untuk mendalami Filsafat.
Maka ketika melakukanpembacaan terhadap ilmu sebagai
pengantar dianjurkan untuk menelaah hanyasebatas kapasitasnya saja sebagai
sebuah alat, karena akan keluar dari arah tujuanawal dan bisa menghambat
tercapainya ilmu yang dimaksud. Hal itulah yangbanyak dilakukan oleh ulama
modern dalam pembahasan Nahwu, Mantik danUshul Fiqh yang semakin tidak
terarahkan. Terlepas dari ilmu atau bukan, bisadikatakan tujuan sebenarnya
logika bukanlah sebagai peletak hukum berpikirmelainkan berpikir untuk
memperoleh kebenaran, yang salah atau yang benar. Logika oleh sebagian
ilmuwan juga dapat dikatakan sebagai epistemologi,yaitu ilmu tentang pikiran.
Akan tetapi logika sendiri terbagi menjadi dua yaituminor dan mayor. Logika
minor mempelajari struktur berpikir beserta dalil-dalilnya,dan mayor
mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemology.
Aristoteles, Plato, Socrates dan
ilmuwan Yunani lainnya semakin gencar untukmerumuskan seperangkat metode
berpikir yang rasional.Logika dalam perkembangannya mengalami berbagai fase.
Bentuk logikaformal yang ada dewasa ini adalah perwujudan kolaborasi antara
pakar klasik danmodern. Tapi pionir logika formal yang sebenarnya adalah
Aristoteles, meskipundalam pengertian yang berbeda dengan logika formal modern.
Bahwa hakekatnyalogika tidak terpisah dari sebuah materi, yang pada awalnya
merupakan sebuah
pemahaman
sehingga akan mewujudkan „think‟ (sesuatu). Tetapi pakar modern
mengawali
dari sesuatu sehingga akan muncul pemahaman. Makna awal logikaYunani adalah
kalam yang kemudian dimaknai sebagai akal, pikiran dan burhan.Baru sekitar abad
2 M bangsa Arab mengadopsinya dan diterjemahkan sebatas segibahasa yaitu kalam
dan talaffud tanpa menghubungkannya dengan makna hakikiyang digunakan di Yunani
ketika itu.
Susunan logika Aristoteles yang sudahtertata rapi disertai
peninggalan karya-karyanya dalam jumlah yang tidak sedikitdapat dikatakan
sebagai salah satu faktor berkembangnya logika Aristoteles kedunia Arab.
Sejarahpun mencatat banyak karangan Aristoteles yang diterjemahkanke berbagai
bahasa seperti Syria, Arab, Persia dan India. Maka tak heran jika metode Aristoteles
sangat „heboh‟ mempengaruhi hampir di segala cabang ilmu
pengetahuan.Terdapat
enam tema besar dalam mantik Aristoteles di masa awal
perkembangannya
yaitu, „Categoria Seu Praediecamenta‟ (al-Maqquulaat), Perihermenias Seu
de Interpretatione‟ (al -Ibarah), Analytica Priora‟
(al-Tahliilaatal- Ulaa), Analytica Posteriora‟ (al - Tahliilaat al-Tsaniyah),
„Topica, Seu De LocisCommunis‟ (al - Jadal), „De Sophisticis Elenchis‟
(al-Sofastho‟i). Kemudian dalam perkembangan Mantik Arab logika tersebut
banyak mengalami perubahan, yaitu dari yang enam menjadi sembilan; „Isagog‟
(madkhal), Retorika ‟(al- Khitobah), Potikia‟ (al-Syi‟r). Maka
sembilan tema besar itulah yang berhasil diterima duniaArab. Bahkan Khawarizmi
dalam « Mafaatihul „Ulum » juga mengklasifikasikan
mantik
ke dalam sembilan tema tersebut. Lain halnya dengan Al-Farabi “Ihshaa ul„Ulum”
yang tidak mengkategorikan „isagog‟ (madkhal) sebagai bagian dari mantik.
Yang dilakukan oleh Organon dan Alexander Agung salah satu
murid Aristo anak dari Raja PhilipII dari Macedonia. Dia banyak menyebarkan
pengaruh budaya Yunani ke Timur Tengah sehinggaterjadi penukaran budaya
terhebat sepanjang zaman. Selama dan sesudah karier Alexanderkebudayaan Yunani
begitu cepat tersebar ke Iran, Mesopotamia, Suriah, Yudea, Mesir.
Ketika me-review kembali,
sejarah mengisahkan tentang perkembangan ilmuberawal dari penerjemahan
gede-gedean yang diprakarsai Khalifah Al-Ma‟mun Dinasti Abbasiyah. Ketika itu
Al-Ma‟mun bermimpi bertemu dengan Aristotelesdalam pembicaraannya
mengenai sumber kebenaran adalah akal. Segera Al-Ma‟mun
mengirim delegasi ke Roma guna mempelajari ilmu yang banyak berkembang dan
tersimpan, kemudian diterjemahkan ke bahasa Arab. Yahya binKhalid bin Barmak
adalah „Sang Hero‟ pada masa itu karena telah berhasil
membujuk bahkan membebaskan karya orang Yunani dari cengkraman Romawiyang telah
lama tersimpan. Ada beberapa hal yang ditakutkan Raja Romawi ataskarya Yunani
adalah ketika buku-buku tersebut dikonsumsi oleh rakyatnya makaagama Nasrani
kemungkinan besar akan ditinggalkan dan kembali pada agamaYunani.
Tongkat estafet tersebut kemudian diteruskan oleh Harun al-
Rasyid yangmenganjurkan untuk lebih memperdalam ilmu Kedokteran Yunani dan
melakukanobservasi serta riset-riset hingga kekhalifahan al-Mutawakkil
(846-861M). Ilmu asingyang diadopsi Arab diklasifikasikan oleh Khawarizmi
berjumlah sembilan cabang
ilmu,
dan Mantik adalah salah satu diantaranya. „Isagog‟ diterjemahkan pertama
kali
oleh Ayyub bin al-Qaasim al- Raqy dari bahasa Syria ke Arab yang padaawalnya
telah mengadopsi dari Madrasah Iskandaria.
Pindahnya Madrasah Alexandria ke
Syria menimbulkan banyak pengaruhdalam dunia pengetahuan. Penertiban dan
penyusunan ketika itu menjadikan logikasebagai pedoman dan ilmu dasar dalam
bidang astronomi, kedokteran dan kalamyang berkembang pesat di Arab sekitar
abad 9-11 M. Sarjana Islam mulai proaktifuntuk mengembangkan ilmu yang
bernafaskan scientific, termasuk Ibnu Sina,seorang Filosof Islam yang juga
dokter dan Abu Bakar al-Razy yang mengawalipembukuan ilmu Kedokteran dan
Farmasi. Ibnu Rusyd dan Farabi kemudian ikutandil dalam mengkolaborasikan
Mantik Aristo dengan ilmu Islam termasuk Filsafatdan Nahwu. Al-Ghazali juga
mulai mengkolaborasikan mantik dengan ilmuKalam pada periode selanjutnya. Maka
jika kita telisik kembali dalam perjalanansejarah, lewat orang-orang muslimlah
dunia modern sekarang ini mendapatkancahaya dan kekuatannya. Pengembangan
metode eksperimen dari Timurmempunyai pengaruh penting dalam pola berpikir
manusia sehinggamengembangkan metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir
baik secaradeduktif dan induktif.
Obversi Rasionalitas Barat
Perkembangan logika Barat berawal dari masalah teosentris
yang sangatberbalik arah dengan perkembangan Mantik di Arab-Islam. Pertemuan
pemikiranAristoteles dengan iman Kristiani menghasilkan banyak pemikir dan
filosof penting.Mereka sebagian besar berasal dari kedua ordo baru yang lahir
dalam AbadPertengahan, yaitu para Dominikan dan Fransiskan. Dan dinamai sebagai
filsafatSkolastik (dari kata Latin, "scholasticus",
"guru"). Tema-tema pokok dari ajaranmereka antara lain hubungan
iman-akal budi, adanya dan hakikat Tuhan,antropologi, etika dan politik. Mereka
berusaha untuk memperlihatkan bahwa imansesuai dengan pikiran- pikiran paling
dalam dari manusia. Dan pada masa inifilsafat diajarkan di sekolah- sekolah
biara serta universitas menurut suatukurikulum tetap yang bersifat
internasional. Berbeda dengan apa yang ditawarkandunia Islam, sebagaimana
pendapat Ibnu Rusyd bahwa filsafat dan agamamempunyai persamaan, yaitu
sama-sama melaporkan prinsip- prinsip wujudtertinggi dan mempunyai tujuan
puncak yaitu kebahagiaan manusia. Dalam tataranini Siger de Brabant menyatakan
bahwa agama lebih benar dari pada akal, karenabetapapun itu, akal hanyalah
akal, yang tidak dapat melampaui posisi agama.
Adapun filsafat, laporannya lebih bersifat persuatif
sedangkan agama lebih keimajinatif.Pengaruh rasionalitas Aristoteles terhadap
peradaban Eropa secara periodikterbagi tiga, yaitu pada permulaan Masehi
sekitar 2-3 M, kemudian padapertengahan abad 13-16 M dan akhir abad 19 M. Yang
perlu ditekankan di sini,bahwa otoritas gereja pada pertengahan abad sangat
menghegemoni hampir semuawilayah Eropa dengan mengusung etika rasional sebagai
titik tolak pemikiran.Sehingga wahyu Tuhan seakan dipaksakan untuk memasuki
wilayah akal. Nah, halinilah yang menimbulkan perpecahan dalam gereja. Mulai
abad ke 12 M, gerejamulai menerjemahkan karya sarjana Muslim yang berpusat di
Spanyol dan Napoli.Orang Yahudi ketika itu banyak mempelopori penerjemahan
kitab kedokteran,logika, matematika, astronomi dan filsafat. Buku filsafat
pertama yangditerjemahkan adalah al-Syifa‟ karya Ibnu Sina yang sangat melegenda
kemudianmulai melebarkan sayap terhadap karya Al-Farabi dan Al- Kindi.
Pengadopsian karya-karya tersebut
didukung dengan hadirnya Madrasah Paris yang sedang naik daun dan mendapat
legitimasi dari Raja Philip dan Agustus. Penyelaman terhadap karya sarjana
Muslim tidak berjalan mulus bahkan mendapatkan penyangkalan dan pembantahan
dari pihak gereja yang masih fundamentalis. Karena banyak berlawanan dengan
hasil konsensus gereja, maka secara resmi gereja mengeluarkanpelarangan dan
pemboikotan terhadap karya Aristoteles pada 1210 M. Maka, langkah selanjutnya
yang diambil adalah menerjemahkan karya Aristoteles langsung dari buku Yunani,
dan hal itulah yang banyak membantu ThomasAquinas dalam pembaharuan gereja.
Disinilah awal permulaan terbaginya Madrasah
Eropa menjadi empat pusat keilmuwan, yaitu Madrasah Agustine,Dominika, Rasional
Latin dan Oxford.Sejatinya relasi mantik dan filsafat tidak akan terpisahkan,
karena berfilsafat harus menggunakan akal sehat tanpa subjektivitas. Sedangkan
agama, yang mendasari adalah kekuatan iman, bukan akal. Pergolakan iman
Kristiani banyaktercabik-cabik dalam pertengahan abad pertama, yaitu dengan
munculnya asumsi gereja yang menyatakan tidak adanya filsafat dalam agama karena itu sangat mustahil.
Melihat tujuan utama agama nasrani adalah “fikratul khallash”, yang menurut
sebagian tokoh gereja tidak ada sangkut pautnya dengan filsafat, maka dalam
tataran ini, Ludwig Feurbach sependapat dengan keputusan gereja. Berbeda dengan
pemikiran Agustine, yang banyak menghubungkan wilayah agama dan rasionalitas.
Dalam bukunya “De Civitate Dei” dikatakan bahwa filsafat Kristen adalah cinta
akan kebenaran, dan kebenaran merupakan „kalimah‟ yang menyatu dalam tubuh al-Masih.
Maka dalam argumen selanjutnya, Agustine tidak mengakuiotoritas wahyu, karena
nasrani adalah agama yang rasional. Agustine sedikit menjelaskan korelasi
antara rasionalitas dan iman, bahwa fungsi akal mendahului iman „Ratio
antecedit fidem‟ guna menjelaskan nilai - nilai
kebenaran dalam akidah,sedangkan tujuan iman mendahului akal „Credo ut
intelligam‟ hukumnya wajib agar akal digunakan untuk memikirkan akidah.
Dan dari sini dapat ditarik benangmerah bahwa tujuan hakiki filsafat adalah
bukan berpikir untuk berakidah, melainkan berakidah untuk berpikir.
Hal ini sangat berlawanan dengan pernyataan
Thomas Aquinas 13 M, bahwa berpikir merupakan titik pemberangkatan untuk
berakidah. Pemisahan rasionalitas dengan agama juga menjadi bahasan utama oleh
DR. Zaki Najib Mahmud, sejatinya agama berangkat dari wahyu disertai nash-nash
ilahiyah yang terjaga, maka ketika membahas rasionalitas agama‟ lebih ditujukan
kepada proses penalaran yang berangkat dari agama. Nash agama selalu bersifat
tunggal, tetapi nash yang berangkat dari penalaran agama akan bervarian selaras
dengan perbedaan segi pandangan akal terhadap agama.Pergulatan sejarah
mengisahkan zaman Renaissance adalah yang menjembatani perkembangan
rasionalitas dari abad pertengahan ke era modernsekitar 1400-1600 M. Dengan
tokoh utama Francis Bacon (1562-1626), Nicollo Machiavelli(1469-1527).
Mereka mulai menguak kebudayaan klasik
Yunani-Romawi kuno yang dihidupkan kembali dalam kesusastraan, seni dan
filsafat. Jargon utamanya adalah “Antroposentris” ala mereka, pusat perhatian
pemikiran tidak lagi wilayah kosmos, melainkan manusia. Mulai sekarang
manusialah yang dianggap sebagai titik fokus dari kenyataan. Descartes sebagai
filosof, matematikus dan ilmuwan Prancis abad pertengahan yang lahir 1596
memberikan sebuah elaborasi pernyataan yang melawan filsafat klasik tetapi
justru mengembangkan. Sebuah pertanyaan klasik “apakah asal muasalnya
pengetahuan manusia itu?” diselaraskan dengan pertanyaan “bagaimana saya tahu?”
adalah hepotesa aktif yang menuntut akal untuk proaktif dalam melihat sesuatu.
Pengaruh besar yang dicetuskan Descartes adalah pemahaman tentang fisik alam
semesta, bahwa seluruh alam -selain Tuhan dan jiwa manusia- bekerja secara
mekanis, oleh karena itu semua peristiwa alami dapat dijelaskan secara dan dari
sebab musabab mekanis. Atas dasar inilah diamenolak pandangan astrologi, magis
dan takhayul, yang berarti juga menolakpenjelasan teologis. Dia pikir
seharusnya para ilmuwan menjauhkan diri dari hal-halyang bersifat semu dan
harus menjabarkan dunia secara matematis. Serta mulaimenyusun suatu sistem
filsafat dengan metode matematika. Perkembangan
baru muncul lagi di abad 18-an, yang biasa disebut ..enlightment‟ atau
Aufklarung, yang mulai menciptakan suatu sintesis dari rasionalisme dan
empirisme.
Tokoh utamanya adalah John Locke
(1632-1704), di Prancis Jean Jacque Rousseau (1712-1778) dan di Jerman ada
Immanuel Kant (1724-1804). Atas dasar rasionalisme, empirisme dan idealisme,
Barat sampai saat ini mempunyai berbagai aliran dan terpecah- pecah, yang
kebanyakan hanya berkutat pada satu negara dan kebudayaan.
Nalar Arab- Islam
Terdapat banyak versi kapan permulaan penerjemahan dari
Yunani ke Arab.Ada yang mengatakan ketika kekuasaan di tangan Daulah Umawiyah,
ada jugayang berpendapat pada awal Daulah Abbasiyah. Terlepas dari itu, Hunain
bin Ishaqadalah salah satu ahli bahasa yang mengawali untuk menerjemahkan
berbagaidisiplin ilmu Yunani, kemudian di alih bahasakan ke bahasa Arab. Bahkan
Ishaq juga menerjemahkan dari bahasa Suryani. Dalam buku Thatawwur Mantiq
al-Araby dijelaskan, sekitar tahun 800 M adalah awal penerjemahan buku- buku Yunani,sampai wafatnya
murid dan kerabat Hunain bin Ishaq, karena mereka banyak membantu dalam proses
penerjemahan. Organon adalah kitab pertama yang diterjemahkan ke Arab.
Orang-orang Nasrani ketika itu juga banyak membantu dalam penerjemahan, yang
secara tidak langsung pemikiran Aristoteles berkembang biak tidak hanya dalam
kedokteran, astronomi dan matematika melainkan mulai menyentuh wilayah teologi
kristen. Maka, dari sini mulai terjadi perbedaan dalam penertiban ilmu antara
filsafat Suryani dan Nasrani. Sejak saat itu, mantik menjadi pemeran utama
dalam ilmu kedokteran dan mulai berkembang dalam bahasa Arab sekitar abad 9-11
M yang diprakarsai oleh Yahya bin Musawiyah penerjemah spesialis dari
kedokteran Yunani ke Arab. Apalagi didukung dengan hadirnya madrasah di Jundicapur
(Persia) yang mengawali pelatihan penerjemahan dari teksYunani pada awal abad
pertama yang akhirnya berpindah ke Bagdad.
Maka tak bisa dipungkiri lagi, bahwa dari sinilah terlahir
sarjana Muslim yang berkompetensi tinggi untuk merealisasikan mantik dalam
keIslaman, sebut saja Al-Faraby, IbnuSina, Al- Kindi,Al-Razi, Al-Ghazali dst. Berawal
dari ilmu kedokteran, astronomi serta kimia, Al-Kindi mulai memberanikan diri
untuk menerjemahkan filsafat Yunani yang langsung mendapat persetujuan dari
Khalifah Ma‟mun (850-873 M). Perjalanan mantik Arab dalam hal ini
mengalami sedikit goncangan dari ulama klasik. Bantahan dan penyangkalan terhadap
al-Kindi ketika itu tidak dapat dibendung, karena mempelajari filsafat bagi mereka
termasuk mempelajari sesuatu yang menyesatkan dan hal tersebut adalah sebagian
dari perbuatan syetan. Imam al-Syafi‟i banyak mengeluarkan hadist –hadist
pelarangan terhadap pembacaan logika dan filsafat. Salah satunya berbunyi “tidak
akan dianggap bodoh lagi diperdebatkan bagi mereka yang mulai meninggalkan bahasa
Arab dan berganti mempelajari filsafat Aristoteles”. Ada pula hadist yang menyebutkan
„barang siapa yang mempelajari logika, maka disamakan dengan kaum zindiq‟.
Sejatinya, masih banyak lagi nash- nash hadist yang
menyatakan pelarangan terhadap mantik dan filsafat, seperti yang sudah dikemas
oleh Syeikh Islam Ismail Harawi dalam periwayatannya. Hal seperti itulah yang
dilakukan ulama klasik guna membendung fitnah dalam penta‟wilan
teks-teks suci al-Qur‟an dan Hadist. Dalam tataran praktis,
asal muasal masuknya mantik ke Arab melalui jalur kedokteran, dan berakhir
ketika mencapai puncak relasinya dengan ilmu Kalam oleh Ghazali (al- Iqtishaad
fi al-I‟tiqaad). Menurut Ibnu Taimiyah, sarjana muslim pertama yang
banyak berbicara logika serta menghubungkannya dengan ilmu Islam lain adalah
al-Ghazali, maka tak heran ketika memasuki abad ke 10, mantik sudah tidak dalam
bentuknya yang dulu (ala Yunani), melainkan mulai disusupi nilai keislaman.
Korelasi mantik dengan disiplin ilmu Islam lainnya semakin jaya, bahkan
ketika Nahwu dikatakan sebagai gramatikanya bahasa, maka mantik juga merupakan
gramatika akal. Sehingga intuisi nahwu yang digunakan saat berkencan dengan
bahasa dapat disamakan dengan logika ketika berintuisi dengan sebuah makna.
Singkatnya, logika berperan sebagai timbangan untuk memutuskan yang baik dan
buruk.
Setelah
runtuhnya Baghdad abad 11 M, Andalus dijadikan pusat peradaban keilmuwan kedua.
Demikian pula yang terjadi dalam mantik, berakhirnyaMadrasah Bagdad menjadikan
Mantik lebih dewasa, artinya yang dipakai saat itu bukan lagi metode
Aristoteles melainkan diktat khusus karya Ibnu Sina. Terlihatdari abad- abad
selanjutnya sekitar 13-14 M, karya Ibnu Sina lebih membumi daripada
Aristoteles. Disisi lain, sekitar 970-1030 M muncul jama‟ah Ikhawanu Sofa dengan basis terbesar di Basrah. Dalam logika,
mereka mengikuti metode Aristoteles tetapi lebih condong kepada NeoPlatonisme,
terlebih dalam pengertian tentang pitagoras. Banyak buku mantik yang telah dihasilkan
oleh para pendahulu mereka,khususnya al-Farabi dalam mengkolaborasikan mantik
Yunani dengan pemikiranArab Islam.
Perjalanan mantik mulai tersebar di
Andalusia dan Persia 12-13 M, dengan gaya barunya yang mulai terbebaskan dari
filsafat. Al-Ghazali kembali memberikan inovasi baru, ketika mantik dianggap
hanya dibutuhkan dalam filsafat, maka mantik secara perlahan dibawa untuk
memasuki wilayah kalam, nahwu, fiqh dan ilmusosial. Karena logika adalah
perantara dalam segala hal, tidak hanya problem-problem teologi dan filsafat
saja.
Sejak itu Al-Ghazali melegitimasi umat muslim
untuk mempelajari logika sebagai fardlu kifayah. Terlebih lagi, “Rasaail Mantiqiyah”
karya Ibnu Rusyd dan karya Fakhruddin al-Razi dijadikan pedoman mantik papan
atas sekaligus rujukan bagi para sarjana Muslim abad ini. Upaya IbnuRusyd dalam
meng-eleminasi logika Yunani ternyata menuai hasil yang tidak mengecewakan.Al-Ghazali
menyatakan bahwa teologi retoris sangat kering jika hanya berkutat dengan
logika tanpa menyentuh epistem demonstratif, sehingga butuh sebuah upaya
pengharmonisasian demi mencapai teologi yang mampu menghilangkan skeptisisme.
Mantik dalam pandangan Ghazali terbagi dua, yaitu mantik Aristoteles yang
mencakup segala pengetahuan kecuali teologis, dan mantik kasyfi yang hanya
mencakup masalah ketuhanan. Tapi menurut Ibnu Khaldun, mantik „hissi‟ juga dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari mantik, yang mendasari
problematika kemasyarakatan. Ghazali lebih mengunggulkan metode qiyas dari pada
istiqra‟, karena dianggap tidak dapat membenarkan teori
ketuhanan, terwujud dari ketidak seragaman antaradunia metafisis dan realita.
Syahdan, ilmu Kalam yang diusung Ghazali bukan
dalam artian harfiahnya (yaitu : pembicaraan), melainkan dalam pengertian pembicaraan
yang bernalar dan menggunakan logika. Maka ciri khas ilmu Kalam adalah
rasionalitas atau logika.Ekspansi ilmu mantik dalam tataran teoritis tidak
mengalami perkembangan signifikan pada abad ke 14 M, hanya berupa penertiban
materi yang sengaja diselaraskan oleh al-Tastari di kedua madrasah abad
pertengahan. Al-Taftazani danAl-Jurjani juga turut andil dalam memperjelas dan
mensyarhi mantik. Maka standarisasi mantik telah sempurna sekitar abad 15 M
sampai sekarang.
Laju perkembangan rasionalitas dalam kancah keilmuwan terlebih
di ArabIslam sangat pesat. Pola pikir tiap sekte dan aliran selalu
mengatasnamakan akal.
Model penalaran asy‟ari
dapat dikategorikan sebagai „ortodoks style‟,
karena lebih setia dengan teks suci agama di bandingkan mu‟tazilah dan filosof. Meskipun masih dalam lingkaran Islam, tapi
penalaran yang dipakai mu‟tazilah dan filosof kebanyakan
produk Yunani sehingga mulai melakukan pendekatan ta‟wil atau interpretasi metaforis kalam Tuhan, yang mereka anggap
mutasyabihaat. Nah, halini disebabkan kuatnya dan peranan unsur logika serta
dialektika, maka sistem ini dinamakan ilmu Kalam atau teologi rasional.
Sebenarnya tidak hanya mu‟tazilah dan filosof saja
yng mengedepankan nalar, tapi Asy‟ari
pun menggunakan argument dan dialektika logis meskipun dalam tataran sekunder.
Metodologi asy‟ari
yan garistotelian dengan ciri rasional-deduktif rupanya paling mendapatkan
simpatisan,terutama sekali ketika dua abad kemudian Al- Ghazali muncul dengan
membawakekuatan argumennya yang luar biasa. Bisa disebut, madzhab ini sebagai
jalan tengah dari berbagai ekstremitas. Praktis, semua titik- titik penting
keagamaaanmereka dukung dengan argumen dan dialektik yang logis, bahkan menjadi
inspirator orisinil bagi pemikiran keIslaman. Sebagaimana pembahasan dalam teologis,
pusat argumentasi Kalam Asy‟ari berada pada upayanya
untuk membuktikan adanya Tuhan yang menciptakan seluruh jagad raya dari
ketiadaan(ex nihilo) serta pembuktian adanya Hari Akhir dan Malaikat.
Menurut teori tersebut, manusia tidaklah
dilakukan dalam kebebasan dan juga tidak dalam keterpaksaan. Tetapi manusia
tetap bertanggungjawab karena dia telah melakukan „kasb‟ dengan adanya keinginan, pilihan dan keputusan yang diambil. Dan
menurut Ibnu Taymiyah konsep ini bukannya menengahi antara Jabariyah dan
Qadariyah, tetapi lebih condong kepada kaum Jabari. termasuk salah satu teori
yang diyakini kaum asy‟ari, karena pengolahan argumentasinya
dinilai sangat logis.
Mu‟tazilah
sebagai titisan kaum Khawarij dulunya, justru yang paling banyak
mengembangkan ilmu Kalam seperti yang kita kenal sekarang. Salah
satu corak pemikiran mereka adalah rasionalitas dan paham qadariyah. Bahkan,
mereka banyak mengikuti metologi kaum jahmi yang mengingkari sifat- sifat
Tuhan. Jahmiatau Jahm Ibn Shafwan adalah seorang penalar keagamaan yang pertama
kalimenggunakan unsur- unsur Yunani (Aristotelianisme) dalam keagamaan. Padahal
dia menganut konsep jabariyah yang mengatakan bahwa Tuhan adalah suatukekuatan
yang serupa dengan kekuatan alam, dan hanya mengenal kekuatan-kekuatan umum
(universal) tanpa mengenal kekuatan khusus (particular).Peradaban fiqh
berkembang ketika peralihan zaman Umawiyah ke zamanAbbasiah, yaitu berdirinya
„school of thought‟ oleh Abu Hanifah
(699-767 M) yang terbentuk dalam lingkungan Irak. Kekuatan politik untuk
menjabarkan penalaranajaran Islam sangatlah riil, terlihat dari ekspansi yang
berimbas juga pada kodifikasi penalaran dalam setiap ilmu. Analogi yang banyak
digunakan madzhab ini adalah qiyas dan pertimbangan kebaikan umum (istihsan).
Kemudian Syafi‟i meneruskan tema aliran
pemikiran gurunya Anas Ibnu Malik dan mulai mengembangkannya.
Dalam tataran ini, Syafi‟i begitu berjasa dengan teori yang dirumuskannya, sebagaidasar
teoritis Sunnah dan pembentukan analogi atau qiyas sebagai metode rasional untuk
mengembangkan hukum itu. Sementara itu konsensus ijma‟ juga diterimaSyafi‟i
sebagai bentuk kebiasaan masyarakat. Maka, titik tolak Fiqh berkat Syafi‟iada empat yaitu Kitab Suci, Hadist Nabi, Ijma‟ dan Qiyas.
0 Komentar untuk "Sejarah dan Perkembangan Ilmu Mantiq"