-->

Kumpulan Makalah, Artikel dan Share Informasi

Penggembala atau Gembalaan

paringan.blogspot.co.id
Pict : google.co.id
Berbicara tentang kepemimpinan, ada idiom-idiom budaya Jawa karya para Wali (Wali Songo) yang bisa dipegang. Falsafah kepemimpinan dalam angon/menggembalakan bebek atau menggembala kambing misalnya, si penggembala selalu di belakang. Posisi ini identik dengan kepemimpinan dalam shalat berjamaah, yakni para perempuan selalu di belakang. Perempuan adalah penggembala dalam konteks pemimpin yang angon (menggembala) kaum laki-laki yang berada di depannya.


Falsafah kepemimpinan bocah angon tersebut dapat kita temui di lagu / tembang Ilir-ilir.

Tugas yang sedang di emban oleh bocah angon dalam tembang Ilir-ilir tersebut adalah menjat pohon blimbing yang bergigir lima. dalam situasi sekarang dapat diartikan memanjat pohon reformasi, pohon demokratisasi atau apapun istilah yang kita pakai. Lunyu - lunyu yo penekno, selicin apapun terus harus kita panjat. Jatuh melorot lagi, naik lagi bgtu dan seterusnya.

Bocah angon yang memanjat itu pemerintah dan semua orang. Untuk pemerintah : Penekno/panjatkan. memanjtakan reformasi untuk kepentingan rakyat. Tapi kalo nggak bisa, ya lagu itu untuk Rakyat : Peneken. Panjatlah sendiri. Sementara upayakan kemandirian dan mengurangi semaksimal mungkin ketergantungan terhadap perekonomian makro yang di kelola oleh pemerintah. Tingkatkan etos kerja dan watak swasta. Tingkatkan akses ke alam dan jasa.

Adapun blimbing bergigir lima, mempunyai makna boleh di multifungsikan, bisa Pancasila, 5 rukun Islam, bisa shalat 5 waktu dan yang pasti bukan mo-limo (maling, madat, mabuk, madon dan main).

Lalu, apa makna bocah angon / penggembala yang selalu di belakang.? begitu pula dengan para wanita yang berada di belakang ketika shalat berjamaah.? makna simboliknya adalah bahwa kaum wanita sebenarnya sedang angon atau menggembalakan kaum laki-laki. sebagaimana dalam shalat berjamaah itu. Bayangkan bila mode dalam shalat itu di balik, perempuan di depan sebagai imam dan kaum laki-laki di belakang sebagai makmum. Bisa dipastikan suasananya akan menjadi kacau, karena para makmum yang terdiri dari kaum laki-laki tidak bisa khusyu' dalam shalatnya lantaran sibuk memandangi kaum wanita yang ada didepannya, begitulah, pada hakikatnya perempuan adalah pemimpin.
Bocah angon bersedia berada di belakang, artinya kita membutuhkan manusia yang tidak rakus kekuasaan, mau menjadi rakyat biasa, mau berada dibelakang saja. Manusia yang punya kebesaran jiwa sebagai manusia sehingga meskipun "hanya" menjadi manusia biasa, Ia tidak berpenyakit jiwa apa-apa. Bukan manusia kerdil yang memerlukan jabatan, otoritas, dan popularitas untuk merasa dirinya besar. Jika sudah matang 'ke-belakang-an' nya seperti ini, justru orang macam inilah yang paling siap tampil di depan.

Ciri bocah angon yang lain adalah pada habitat anak gembala. Egaliter, bersahaja, siap tidur di bawah pohon, siap bergelut dengan kotoran. Bukan priyayi, bukan anak mami yang necis, bukan orang hedonis yang gaya hidupnya memerlukan pengorbanan ekonomi orang banyak. Orang semacam ini yang paling siap berpuasa dari KKN (Maling Uang Negara).

Tapi mungkin yang kita miliki sekarang belum sebagai bocah angon. Yang kita punya bukan penggembala kerbau melainkan KERBAU.


Labels: Artikel, Cak Nun, Hikmah

Thanks for reading Penggembala atau Gembalaan. Please share...!

Back To Top