BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hukum adalah segala aturan yang menjadi pedoman perilaku setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat atau bernegara disertai sanksi yang tegas apabila melanggarnya. Tingkat peraturan hukum sangat lah banyak, mulai dari hukum yang tertinggi sebagai dasar hukum Indonesia yaknu UUD 1945 sampai undang-undang yang terendah, yakni peraturan daerah (perda) yang menjadi acuan atau pedoman hidup manusia dalam menjalankan kehidupannya baik hubungan antar perorangan dan juga hubungan hak dan kewajiban kepada negara Republik Indonesia.
Kelompok hukum diklasifikasikan menjadi dua, yakni hukum publik dan hukum privat, hukum publik yang bersifat umum, untuk umum, oleh umum. Umum maksud disini adalah masyarakat pada umumnya, seperti hukum pidana, hukum acara pidana, hukum tata negara hukum administrasi negara, hukum pertanahan, hukum peradilan tata usaha negara. Sedangkan hukum privat, yakni hukum yang mengatur antar perorangan, seperti hukum perdata, hukum acara perdata, hukum dagang, hukum perdata internasional, hukum adat, hukum islam, hukum peradilan agama, hukum tenaga kerja.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Definisi sewa menyewa
b. Apa perbedaan Sewa tertulis dan sewa lisan
c. Apasaja Kewajiban-kewajiban pihak yang menyewakan
d. Apasaja Kewajiban-kewajiban pihak si penyewa
e. Apakah Resiko sewa menyewa
f. Bagaimana Berakhirnya sewa menyewa.
C. TUJUAN
a. Mengerti Definisi sewa menyewa
b. Mengerti perbedaan Sewa tertulis dan sewa lisan
c. Kewajiban-kewajiban pihak yang menyewakan
d. Kewajiban-kewajiban pihak si penyewa
e. Resiko sewa menyewa
f. Berakhirnya sewa menyewa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Sewa Menyewa
Dalam kamus besar bahasa indonesia pengertian sewa adalah, pemakaian sesuatu dengan membayar uang, sedangkan menyewa adalah, memakai (meminjam/menampung) dengan membayar uang sewa.
Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya. Demikianlah defenisi yang diberikan oleh Pasal 1548 KUHPdt, mengenai perjanjian sewa-menyewa.
Sewa-menyewa, seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, adalah suatu perjanjian konsensual. Artinya, ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapai-nya sepakat mangenai unsur 2 pokoknya, yaitu barang dan harga.
Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pi¬hak yang terakhir ini adalah membayar harga sewa". Jadi barang diserahkan tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam jual¬beli, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati kegunaannya. De¬ngan demikian maka penyerahan hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang disewa itu.
Meskipun demikian, peraturan tentang sewa-menyewa yang termuat dalam bab ketujuh dari Buku III B.W. berlaku un¬tuk segala macam sewa-menyewa, mengenai semua jenis barang, baik bergerak maupun tak bergerak, baik yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu-tertentu, oleh ka¬rena "waktu tertentu" bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa-menyewa.
Dalam sewa menyewa terdapat beberapa unsur penting, yakni; subyek, obyek, perbuatan, dan jangka waktu sewa menyewa.
1. Subyek sewa menyewa, adalah kedua belah pihak yang berikat atau mengikatkan diri dalam kegiatan sewa menyewa. Mereka adalah penyewa dan menyewakan. Penyewa merupakan pihak yang membutuhkan benda yang akan dinikmati manfaatnya dan membayar hak guna pakainya melalui perjanjian sewa menyewa. Sedangkan menyewakan adalah, mereka yang menyediakan barang yang akan disewakan dan membutuhkan uang hasil sewa tersebut. biasanya berbentuk instansi, perorangan, dan sebagainya.
2. Obyek sewa menyewa, adalah benda dan harga sewa. Benda ini dalam arti kepemilikan asli dari orang atau lembaga yang menyewakan, yang memiliki status yang sah dalam hukum. Benda ini juga dapat berwujud atau tidak berwujud, bergerak atau tidak bergerak, dan sebagainya. Sesuai dengan Buku III Bab VII KUHpdt . Tentang harga-sewa: Kalau dalam jual-beli harga harus be¬rupa uang, karena kalau berupa barang perjanjiannya bukan jual-beli lagi tetapi menjadi tukar-menukar, tetapi dalam sewa¬-menyewa tidaklah menjadi keberatan bahwa harga-sewa itu be¬rupa barang atau jasa.Sebagai telah diterangkan, segala macam .barang dapat di¬sewakan, Perkataan "carter" yang berasal dari dunia perkapalan .itujukan kepada pemborongan pemakaian sebuah kendaraan atau alas pengangkut (kapal laut, kapal terbang, mobil dan la¬in-lain) untuk suatu waktu tertentu atau untuk suatu perjalanan tertentu, dengan pengemudinya yang akan tunduk pada perin¬tah-perintah yang diberikan oleh si pencarter
3. Perbuatan Sewa Menyewa.
a. Persetujuan, yakni perbuatan yang terwujudnya kata sepakat oleh kedua belah pihak.
b. Penyerahan, yakni perbuatan mengalihkan hak penguasaan benda.
c. Pembayaran uang sewa, yakni memberikan sejumlah biaya kepada yang menyewakan sesuai dengan kesepakatan keduanya.
d. Waktu sewa, yaitu batas waktu yang digunakan untuk penguasaan benda yang disewa oleh penyewa.
e. Persyaratan sewa menyewa, yakni ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
4. Jangka Waktu Sewa-Menyewa
Dalam uraian pasal 1548 KHUPdt dengan “waktu Tertentu”, dalam maksud yang telah dijelaskan atau tidak berapa lama barang disewa¬nya, asal sudah disetujui berapa harga sewanya, yakni menurut keladziman, apakah itu beberapa jam, satu hari, satu bulan atau satu tahun. Dalam pasal. 1579 KUHpdt"Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya dengan menyatakan hendak memakai sendiri barang¬nya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya”. Utnuk mengetahui jangka waktu tertentu ada beberapa cara:
a. Kepastian jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian
b. Tarif sewa untuk setiap unit waktu
c. Penafsiran pasal-pasal tertentu dalam peraturan sewa menyewa.
B. Sewa Tertulis dan Sewa Lisan
Meskipun sewa-menyewa adalah suatu perjanjian konsensu¬al, namun oleh undang-undang diadakan perbedaan (dalam aki¬bat-akibatnya) antara sewa tertulis dan sewa lisan.
Jika sewa-menyewa itu diadakan secara tertulis, maka sewa itu berakhir demi hukum (otomatis) apabila waktu yang diten¬tukan sudah habis, tanpa diperlukannya sesuatu pemberitahuan pemberhentian untuk itu.hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1570 KUHPdt.
Sebaliknya, kalau sewa-menyewa tidak dibuat dengan tu¬lisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang menyewakan memberitahukan kepa¬da si penyewa bahwa ia hendak menghentikan sewanya, pembe¬ritahuan mana harus dilakukan dengan mengindahkan jangka¬ waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jika tidak ada pemberitahuan seperti itu, maka dianggaplah bahwa sewa itu diperpanjang untuk waktu yang sama. Perihal sewa tertulis itu diatur dalam pasal 1570 dan peri¬hal sewa yang tidak tertulis (lisan) diatur dalam pasal 1571.
Jika seorang penyewa sebuah rumah atau ruangan, setelah berakhirnya waktu-sewa'yang ditentukan dalam suatu perjanjian anpan sewa tertulis, dibiarkan menempati rumah atau ruangan tersebut, maka dianggaplah si penyewa itu tetap menguasai barang yang disewakan atas dasar syarat-syarat yang sama, untuk waktu yang ditentukan oleh kebiasaan setempat, dan tak dapatlah ia meninggalkan rumah atau ruangan itu atau dikeluarkan dari situ, melainkan sesudahnya dilakukan pemberitahuan penghentian se¬wanya menurut kebiasaan setempat (pasal 1587).
Dengan uraian yang panjang lebar itu dimaksudkan bahwa sewa tertulis tersebut, setelah habis waktunya dan penyewa di biarkan menempati rumah-sewa, berobah menjadi sewa lisan tanpa waktu tertentu yang hanya dapat diakhiri menurut adat kebiasaan setempat,
C. Kewajiban-kewajiban Pihak yang Menyewakan
Berdasarkan pasal 1550 KUHPdt, Pihak yang menyewakan mempunyai kewajiban :
1. menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa;
2. memelihara barang yang disewakan sedemikian hingga itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan;
3. memberikan kepada si penyewa kenikmatan tenteram dari barang yang disewakan selama berlangsungnya persewaan.
D. Kewajiban-kewajiban si Penyewa
Bagi si penyewa ada empat kewajiban utama, ialah :
1. memakai benda sewaan dengan baik.
Menggunakan barang sewa dengan tujuan yang sesuai dengan perjanjian, menggunakannya sesuai dengan baik, seolah-olah barang tersebut milik penyewa, sehingga digunakan, dijaga, dirawat dengan semestinya.
2. Membayar uang sewa, sesuai dengan waktu yang ditetapkan
Berdasarkan pada pasal 1560 KUHpdt pihak npenyewa harus membayar uang sewa, secara periodik atau langsung tunai.
3. Mengembalikan benda sewaan setelah berakhirnya sewa menyewa.
Kewajiban ini muncul setelah berakhirnya sewa menyewa, dari kedua belah pihak. Jika pihak penyewa menerima benda dalam keadaan baik, pengembaliannya pun dalam bentuk baik. Setidak-tidaknya, sesuai dengan isi kesepakatan. Jika kedua belah pihak telah membuat rincian mengenai benda sewaan, pihak penyewa wajib mengembalikan benda sewaan menurut rincian ketika benda sewaan itu diterimanya, dengan pengecualian apa yang telah musnah atau berkurang nilainya. Karena ketuaan atau karena peristiwa yang tidak disengaja yang tidak dapat dihindarkan.
4. Tidak mengulang sewakan pada pihak ketiga.
Penyewa tidak boleh mengalih sewakan atau mengulangsewakan benda sewaan kepada orang lain, dengan ancaman pembatalan sewa menyewa dan pembayaran ganti kerugian, sedangkan pihak yang menyewakan setelah pembatalan sewa, tidak wajib mentaati perjanjian ulang sewa.
E. Perihal Risiko Dalam Sewa-Menyewa
1. Keadaan memaksa dan resiko
Dalam suatu perikatan atau perjanjian sewa menyewa, terkadang mengalami suatu kerusakan akibat suatu peristiwa yang bukan dari kesalahan pihak yang menyewa atau penyewa. Hal ini juga disebut dengan keadaan memaksa, yang artinya, bahwa suatu peristiwa yang terjadi akibat ketidaksengajaan dan terjadinya tidak dapat diduga. Maka yang bertanggung jawab atas ini adalah masalah resiko dalam sewa menyewa. Resiko disini dijelaskan bahwa kewajiban yang menanggung kerugian yang timbul akibat, keadaan memaksa.
2. Resiko ditanggung oleh pemilik benda.
Dalam perjanjian sewa menyewa hanya terdapat satu pasal KUHPdt. Yang mengatur tentang resiko yaitu pasal 1553 KUHPdt. Dalam pasal ini pun dijelaskan apabila waktu sewa menyewa benda sewaan musnah sama sekali karena peristiwa yang bukan kesalahan salah satu pihak , perjanjian sewa menyewa “gugur demi hukum”. Menunjukkan bahwa sewa menyewa ini lenyap seperti tidak ada apa-apa sebelumnya. Memang untuk ketentuan tentang resiko pada sewa menyewa tidak begitu tegas diatur dalam pasal 1553 KUHPdt.ketentuan itu menjadi beban phak yang menyewakan ataupun penyewa. Dalam pasal tersebut hanya menjelaskan “gugur demi hukum”. Berdasarkan pada rumusan tersebut maka perlu disimpulkan bahwa masing-masing pihak sudah tidak dapat menuntut prestasi terhadap satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat diartikan bahwa kerugian akibat musnah benda yang disewakan sepenuhnya menjadi beban pihak pemilik benda, yakni yang menyewakan. Berarti resiko kerugian ditanggung oleh pihak pemilik benda.
F. Berakhirnya sewa Menyewa
Perjanjian sewa menyewa dapat berakhir secara normal maupun tidak, yakni:
Berakhir secara normal, maksudnya perjanjian sewa-menyewa telah dipenuhi sebagaimana mestinya sesuai dengan waktu yang disepakati dan kedua belah pihak telah mencapai tujuannya. Sedangkan berakhir secara tidak normal artinya perjanjian sewa menyewa tidak dipenuhi sebagaimana mestinya karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya sehingga sebelum jangka waktu habis sewa menyewa dihentikan.
Ada tiga alasan perjanjian sewa menyewa berakhir, yakni:
1. Jangka waktu sewa berakhir
Dalam habis waktu sewa ini memutuskan sewa menyewa suatu barang, yang telah sesuai dengan pasal 1570 KUHPdt , jika dibuat secara tertulis sewa menyewa berakhir demi hukum setelah habis waktu yang ditentukan tanpa diberikan pemberitahuan pengehentiannya. Akan tetapi berdasarkan pasal 1571 KUHPdt sewa menyewa dapat berakhir setelah ada pemberitahuan penghentiannya kepada penyewa dengan menggigatkan jangka waktu berdasarkan kebiasaan setempat.
2. Benda sewaan musnah
Pasal 1553 KUHPdt. Dalam pasal ini pun dijelaskan apabila waktu sewa menyewa benda sewaan musnah sama sekali karena peristiwa yang bukan kesalahan salah satu pihak , perjanjian sewa menyewa “gugur demi hukum”.berarti penghentian sewa menyewa ini berakhir bukan karena kehendak pihak-pihak, tetapi karena keadaan memaksa.
3. Pembatalan sewa menyewa.
Perjanjian sewa menyewa dapat berakhir karena pembatalan sewa menyewa, baik oleh penyewa atau yang menyewakan, pembatalan ini berdasarkan persetujuan , misalnya: benda sewaan musnah sebagian , pihak penyewa mengambil alternatif pembatalan sewa menyewa (pasal 1553 (2) KUHPdt), perbaikan benda sewaan sehingga tidak dapat didiami (pasal 1555 (3) KUHPdt), karena benda sewaan dijual (pasal 1576 KUHPdt).
BAB IV
PENUTUP
Defenisi sewa–menyewa terdapat pada Pasal 1548 BW. Sewa–menyewa suatu hal dengan jual beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umunya, adalah suatu perjanjian konsensual, artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai 2 unsur pihak yaitu barang-barang jasa.
Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk ditawari oleh pihak lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini, adalah membayar “harga sewa”. Jadi barang diserahkan tidak untuk dimulai seperti halnya dengan jual–beli tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati kegunaanya, dengan demikian maka penyerahan hanya bersifat menyerahkan kecurangan belaka atas barang yang disewa itu.
Kalau seorang diserahi suatu barang untuk dipakainya tanpa kewajiban membayar sesuatu apa, maka terjadi adalah suatu perjanjian pinjam pakai. Jika sipemakai barang itu diwajibkan membayar, maka bukan lagi pinjam pakai yang terjadi tetapi sewa menyewa.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad.Abdulkadir(2010), Hukum Perdata Indonesia,Bandung:PT Citra Aditya Bakti
KUHPerdata.offline
Posting Perdin Lubis, (2011). Sewa menyewa dalam perpekstif hukum, legal-community.blogspot.com diposting pada Rabu 1 Oktober 2014
Labels:
Makalah
Thanks for reading Sewa menyewa dalam Hukum Perdata. Please share...!