A. Latar Belakang Masalah
Bimbingan dan konseling sebagai lemabaga bantuan tidak terbatas pada bantuan kepada individu di sekolah. Ditinjau dari segi ragamnya, layanan bimbingan dan konseling mencapai jangkauan pada “bimbingan social-pribadi”, yang di dalamnya memiliki kepedulian terhadap “perkawinan”. Perkawinan merupakan suatu istilah yang hamper setiap saat didengar atau dibaca dalam media-media. Namun jika kita dihadapkan pada pertanyaan tentang apa makna sebuah perkawinan, kemungkinan kita akan berfikir dahulu sebelum memperoleh formulasi jawaban yang memuaskan. Pada hal apa yang dimaksud dengan istilah itu sudah ada dalam pikiran kita secara jelas. Oleh karena itu bimbingan dan konseling mencoba berperan secara aktif dalam upaya membahas istilah perkawinan itu dalam perspektif pemberian informasi kepada khalayak.
Bimbingan konseling perkawinan bisa dikatakan hampir sama atau bahkan sama dengan konseling kelaurga. Layanan konseling dalam keluarga semakin dirasakan sebagai kebutuhan yang mendesak oleh banyak kalangan, karena situasi bangsa, Negara, krisis-ekonomi, politik, dan pendidikan serta era globalisasi yang kian tidak terbendung kemajuannya. Hidup keluarga mengalami perubahan mendalam, bersama berubahnya seluruh tatanan kehidupan dimasyarakat. Situasi seperti itu mendorong keluarga untuk memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling keluarga bagi kesejahteraan dan ketenangan keluarganya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah antara lain:
a. Apa pengertian dari konseling perkawinan?
b. Apa pengertian dari konseling pranikah?
c. Apa maksud dari bimbingan dan konseling keluarga?
d. Apa maksud dari keluarga sakinah, mawaddah, warahmah?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian dari konseling perkawinan.
b. Untuk mengetahui apa itu konseling pranikah.
c. Untuk mengetahui bimbingan dan konseling keluarga itu seperti apa.
d. Untuk mengetahui bagaimana keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konseling Perkawinan
1. Pengertian Perkawinan
WJS. Purwadarminta (1976:453), mengartikan ‘kawin’ adalah nikah. Kata yang sama juga dapat ditemukan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:518): “kawin, perkawinan” berarti nikah atau pernikahan, perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri. Menurtu Ensiklopedia Indonesia (t.t., dalam Bimo Walgito. 2002:11) perkataan perkawinan adalah nikah. Pendapat Homby (1957) adalah sebagai berikut : “marriage is the union of two persons as husband and wife”.
Makna yang terkandung dalam perkawinan itu adalah adanya ikatan lahir batin antara individu yang dinamakan pria (lelaki) dan individu yang dinamakan wanita sebagai suami istri. Jelas bahwa ikatan dalam perkawinan itu seorang pria dengan seorang wanita menjadi suami istri dengan melalui lembaga perkawianan.
Perkawinan adalah ikatan lahir batin, artinya dalam perkawinan tersebut perlu adanya ikatan bagi keduanya-duanya. Dinamakan ikatan lahir karena merupakan ikatan yang menampak. Disebut pula ikatan formal, sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. Ikatan formal ini adalah nyata, baik yang mengikat dirinya (suami-istri), maupun bagi orang lain (masyarakat luas). Maka dari itu setiap perkawinan pada umumnya diinformasikan kepada khalayak agar khalayak memahami dan mengetahuinya. Cara memberikan infromasi kepada masyarakat dapat ditempuh dengan bermacam-macam, tergantung adat, budaya, kebiasaan, atau tergantung dari kemauan yang bersangkutan, misalnya dapat ditempuh dengan memasang iklan atau media lainnya.
Ikatan batin adalah ikatan yang tidak Nampak secara langsung, sehingga cenderung dianamakan ikatan psikologis, khususnya bagi suami istri, harus ada unsure saling: mencintai, memperhatikan, take and give, menghormati (menghargai). Tidak boleh ada unsure pemaksaan dalam perkawinan, keduanya adalah individu yang bebas agar terjadi ikatan batin tadi. Jadi, dalam perkawinan kedua ikatan tersebut harus merupakan tuntutan, sehingga tidak menimbulkan masalah dalam kehidupannya. Oleh karena itu Hastings (1972, dalam Bimo Walgito, 2000:12), dengan tegas menyatakan bahwa: “kawin paksa, pada umumnya tidak dapat bertahan lama, sehingga perceraian biasanya merupakan hal yang sering terjadi”.
2. Tujuan Perkawinan
Harus dipahami bahwa perkawinan merupakan salah satu aktivitas individu, yang umumnya terkait pada tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan. Perkawinan merupakan suatu aktivitas dari satu pasangan, maka sudah selayaknya mempunyai tujuan tertentu. Namun, karena perkawinan itu sendiri terdiri dari dua individu, maka tujuan itu harus dibulatkan agar terdapat kesatuan tujuan.
Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Dengan demikian maka sebenarnya tidak perlu ragu lagia apakah sebenarnya yang ingin dicapai melalui atau dalam perkawinan itu. Namun demikian harus pula dipahami bahwa keluarga atau rumah tangga itu dari dua individu, dan dari dua individu itu mungkin juga terdapat tujuan yang berbeda, maka hal tersebut perlu mendapatkan perhatian yang cukup mendalam. Tujuan yang tidak sama antara suami istri akan merupakan sumber permasalahan dlaam keluarga itu.
3. Peranan Faktor Psikologis dalam Perkawinan
Faktor psikologis dalam perkawinan merupakan unsur penting dalam perkawinan. Banyak hal yang tidak diharapkan terjadi dalam keluarga disebabkan karena faltor ini.
1) Kematangan Emosi dan Pikiran
Kematangan emosi dan pikiran akan saling terkait erat. Seseorang yang telah matang secara emosional biasanya dapat berfikir jernih, akurat, dan memerlukan langkah-langkah pertimbangan yang jelas, baik, dan obyektif. Individu yang melaksanakan perkawinan adalah yang secara hokum adalah sudah dewasa, sehingga dapat melihat permasalahan yang ada dalam keluarga dengan secara baik.
2) Kembangkan Sikap Toleransi
Kematangan emosi dan pola piker seseorang akan membuat seseorang itu mampu mengembangkan sikap toleransi antara suami istri. Bersikap toleran artinya mengembangkan unsure saling: member dan menerima (take and give), menghargai, menolong, memerdekakan pasangannya. Sikap toleransi memberikan gambaran bahwa masing-masing pasutri harus siap dan sedia berkorban untuk kepentingan keluarga yang telah dibina. Memupuk sikap toleransi bukan perkara yang mudah; namun hal ini perlu untuk tetap diusahakan dan dilaksanakan, tentunya membutuhkan adanya saling pengertian dari amsing-masing pribadi(pihak). Tanpa adanya toleransi satu dengan yang lain, mustahil dua pribadi itu dapat bersatu secara baik. Oleh karena itu, pada umur perkawinan yang masih muda, sering terjadi gejolak, adanya gelombang dalam keluarga yang muda tersebut.
4. Konseling Perkawinan
Konseling perkawinan pada awalnya dilaksanakan bukan karena inisiatif kalangan profesional, tetapi kebutuhan dan permintaan pasangan. Mereka memiliki sejumlah masalah sehubungan dengan perkawinan mereka dan berkeinginan untuk mengkonsultasikan masalahnya ke konselor.
Konseling perkawinan memiliki beberapa istilah, yaitu couples counseling, marriage counseling, dan marital counseling. Istilah-istilah ini dapat digunakan secara bergantian dan memiliki makna yang sama.
Klemer (1965) memaknakan konseling perkawinan sebagai konseling yang diselenggarakan sebagai metode pendidikan, metode penurunan ketegangan emosional, metode membantu patner-patner yang menikah untuk memecahkan masalah dan cara menentukan pola pemecahan masalah yang lebih baik.
5. Tujuan Konseling Perkawinan
Secara lebih rinci tujuan jangka panjang konseling perkawinan menurut Huff dan Militer (Brammer dan Shostrom, 1982) adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kesadaran terhadap dirinya dan dapat saling empati diantara patner
b. Meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan potensinya masing-masing
c. Meningkatkan saling membuka diri
d. Meningkatkan hubungan yang lebih intim
e. Mengembangkan keterampilan komunikasi, pemecahan masalah, dan mengelola konfliknya.
6. Asumsi-asumsi Konseling Perkawinan.
Beberapa asumsi yang mendasari penyelenggaraan konseling perkawinan.
a. Konseling perkawinan lebih menekankan pada hubungan pasangan, bukan pada kepribadian masing-masing patner.
b. Masalah yang dihadapi kedua belah pihak adalah mendesak (takut), sehingga konseling perkawinan dilaksanakan dengan pendekatan langsung (directive) untuk memecahkan masalah.
c. Masalah yang dihadapi pasangan adalah masalah-masalah normal, bukan kasus yang sangat ekstrem yang bersifat patologis.
d. Masalah konseling perkawinan berkaitan dengan Tipe-tipe Perkawinan
1) Concurrent Marital counseling
2) Callaborative Marital counseling
3) Conjoint Marital counseling
4) Couples group counseling
7. Langkah-langkah Konseling.
Langkah-langkah konseling yang dapat dilakukan dalam konseling keluarg dan perkawinan menurut Capuzzi dan Gross (1991) adalah sebagai berikut:
• Persiapan, tahap yang dilakukan klien menghubungi konselor
• Tahap keterlibatan (the joining), adalah tahap keterlibatan bersama klien.
• Tahap menyatakan masalah
• Tahap interaksi, yaitu konselor menetapkan pola interaksi untuk menyelesaikan masalah.
• Tahap konferensi, yaitu tahap untuk langkah-langkah pemecahan.
• Tahap penentuan tujuan tahap yang dicapai klien telah mencapai perilaku yang normal.
• Tahap akhir dan penutup, merupakan kegiatan mengakhiri hubungan konseling.
8. Kesulitan dan Keuntungan Konseling Perkawinan
Konseling perkawinan dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena beberapa hal. Pertama, orang yang ditangani adalah bermasalah, dan masalahnya menyangkut hubungan satu dengan yang lainnya. Konselor harus dapat memberikan perhatian yang sama kepada keduanya.
Hal lain yang sering menjadi kesulitan dalam konseling keluarga adalah konselor membutuhkan kemampuan khusus untuk menangani pasangan (pasutri) Dibanding dengan konseling individual, konseling perkawinan membutuhkan kemampuan dalam memberi perhatian, mengatur pembicaraan, kemampuan konfrontasi, dan keterampilan konseling lain.
B. Konseling Pranikah
1. Aspek Yang Perlu Diasesmen
Aspek yang perlu diasesmen dan dipahami konselor jika melakukan konseling pranikah:
a. Riwayat perkenalan
b. Perbandingan latar belakang pasangan
c. Sikap keluarga keduanya
d. Perencanaan terhadap pernikahan
e. Faktor psikologis dan kepribadian
f. Sifat prokreatif
g. Kesehatan dan kondisi fisik
2. Prosedur Konseling Pranikah
Konseling pranikah diselenggarakan prosedur sebagaimana konseling perkawinan. Yang menjadi penekanan pada konseling pranikah ini lebih bersifat antisifatif, yaitu mempersiapkan diri untuk menetapkan pilihan yang tepat sehubungan dengan rencana pernikahannya.
C. Bimbingan dan Konseling Keluarga
a. Pengertian BK dalam Arti Umum
Konsep umum dalam BK Keluarga adalah suatu proses yang sistematis dan professional kepada pihak keluarga dan anggota keluarga, dengan membantu keluarga itu lebih lanjut, untuk mengembangkan diri, dengan menghubungkan kenyataan keluarga dengan tujuan eksistensinya, serta mengembangkannya kearah yang paling sesuai bagi keluarga itu sendiri dan masyarakat dalam hubungannya dengan lingkungan secara total.
b. Pengertian Bimbingan Keluarga Secara Konsepsional
Bimbingan keluarga perlu memperhatikan unsure-unsur yang khas dari keluarga sebagai kelompok kecil. Dinamika dan penguasaan dari konselor keluarga akan menentukan berhasil atau tidaknya proses bantuan. Atas dasar definisi tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa dalam definisi tersebut mengandung lima pokok yang esensial dalam keluarga, yaitu: penerimaan (acceptance); sikap mengijinkan (permissive attitude); dinamika fungsional; keterbukaan intim; dan cinta komprehensif.
D. Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah
Peranan agama dalam membentuk keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah sangat penting, karena agama merupakan ketentuan-ketentuan Allah Swt yang membimbing & mengarahkan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah Swt berperan ketika pemelukNya memahami dengan baik dan benar, menghayati, dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari agama yang dianutnya, yaitu Islam.
1) Sakinah
Sakinah mengandung makna ketenangan. Setiap jenis laki-laki atau perempuan, jantan atau betina, dilengkapi Allah dengan alat serta aneka sifat dan kecenderungan yang tidak dapat berfungsi secara sempurna jika ia berdiri sendiri. Kesempurnaan eksistensi makhluk hanya tercapai dengan bergabungnya masing-masing pasangan dengan pasangannya sesuai dengan sunnatullah. Memang benar bahwa sewaktu-waktu manusia bisa merasa senang dalam kesendiriannya, tetapi tidak untuk selamanya. Manusia telah menyadari bahwa hubungan yang dalam dan dekat dengan pihak lain akan membantunya mendapatkan kekuatan dan membuatnya lebih mampu menghadapi tantangan. Karena alasan-alasan inilah maka manusia butuh pasangan hidup dengan jalan menikah, berkeluarga, bahkan bermasyarakat dan berbangsa. Ketenangan hidup ini didambakan oleh suami istri setiap saat, termasuk saat sang suami meninggalkan rumah dan anak istrinya. Sakinah terlihat pada kecerahan raut muka yang disertai kelapangan dada, budi bahasa yang halus, yang dilahirkan oleh ketenangan batin akibat menyatunya pemahaman dan kesucian hati, serta bergabungnya kejelasan pandangan dengan tekad yang kuat. Itulah makna sakinah secara umum dan makna-makna tersebut yang diharapkan dapat menghiasi setiap keluarga yang hendak menyandang Keluarga Sakinah.
2) Mawadddah
Mawaddah mengandung arti rasa cinta Mawaddah ini muncul karena di dalam pernikahan ada faktor-faktor yang bisa menumbuhkan dua perasaan tersebut. Dengan adanya seorang istri, suami dapat merasakan kesenangan dan kenikmatan, serta mendapatkan manfaat dengan adanya anak dan mendidik dan membesarkan mereka. Disamping itu dia merasakan adanya ketenangan, kedekatan dan kecenderungan kepada istrinya. Sehingga secara umum tidak akan didapatkan mawaddah diantara manusia yang satu dengan manusia yang lain sebagaimana mawaddah (rasa cinta) yang ada di antara suami-stri. Rasa cinta yang tumbuh di antara suami istri adalah anugrah dari Allah Swt kepada keduanya, dan ini merupakan cinta yang sifatnya tabiat. Tidaklah tercela orang yang senantiasa memiliki rasa cinta asmara kepada pasangan hidupnya yang sah. Bahkan hal itu merupakan kesempurnaan yang semestinya disyukuri. Namun tentunya selama tidak melalaikan dari berdzikir kepada Allah Swt, karena Allah berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. (Al-Munafiquun [63]: ayat 9).
Allah Swt tumbuhkan mawaddah tersebut setelah pernikahan dua insan. Padahal mungkin sebelumnya pasangan itu tidak saling mengenal dan tidak ada hubungan yang mungkin menyebabkan adanya rasa kasih sayang, apalagi rasa cinta.
3) Warahmah
Rahmah mengandung arti Rasa Sayang. Rasa sayang kepada pasangannya merupakan bentuk kesetian dan kebahagiaan yang dihasilkannya. Perlu digaris bawahi bahwa sakinah mawaddah warahmah tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi kehadirannya. Ia harus diperjuangkan, dan yang lebih utama, adalah menyiapkan kalbu. Sakinah, mawaddah dan rahmah bersumber dari dalam kalbu, lalu terpancar ke luar dalam bentuk aktifitas sehari-hari, baik didalam keluarga maupun dalam masyarakat.
E. Nasihat Untuk Keluarga Baru
Memasuki dunia baru bagi pasangan baru, atau lebih dikenal dengan pengantin baru memang merupakan suatu yang membahagiakan. Tetapi bukan berarti tanpa kesulitan. Dari pertama kali melangkah ke pelaminan, semuanya sudah akan terasa lain. Lepas dari ketergantungan terhadap orang tua, teman, saudara, untuk kemudian mencoba hidup bersama seseorang yang mungkin belum pernah dikenal sebelumnya. Semua ini memerlukan persiapan khusus agar tidak terjebak dalam sebuah dilema rumah tangga yang dapat mendatangkan penyesalan di kemudian hari. Beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh pasangan baru yang akan mengarungi bahtera rumah tangga:
1) Persiapan Mental.
Perpindahan dari dunia remaja ke fase dewasa, di bawah naungan perkawinan akan sangat berpengaruh terhadap psikologis, sehingga diperlukan persiapan mental dalam menyandang jabatan baru, sebagai ibu rumah tangga atau kepala rumah tangga. Ananda bisa mempersiapkan mental ananda lewat buku-buku bacaan tentang cara-cara berumah tangga, atau ananda dapat belajar dari orang-orang terdekat, yang dapat memberikan nasehat bagi rumah tangga ananda mengenali pasangan hidup. Kalau dulu orang dekat ananda adalah ibu, teman, atau saudara ananda yang telah ananda kenal sejak kecil, tetapi sekarang orang yang nomor satu bagi ananda adalah pasangan ananda. Walaupun pasangan ananda adalah orang yang telah ananda kenal sebelumnya, katakanlah dalam masa pendekatan, tetapi hal ini belumlah menjamin bahwa ananda telah benar-benar mengenal kepribadiannya. Keadaan sebelum dan sesudah pernikahan akan lain, apalagi jika pasangan ananda adalah orang yang belum pernah ananda kenal sebelumnya. Disini perlu adanya penyesuaian-penyesuaian. Ananda harus mengenal lebih jauh bagi pasangan ananda, segala kekurangan dan kelebihannya, untuk kemudian ananda pahami bagaimana sebaiknya ananda bersikap, tanpa harus mempersoalkan semuanya. Karena sesungguhnya ananda bersama pasangan ananda hidup dalam rumah tangga untuk saling melengkapi satu dengan yang lainnya, sehingga tercipta keharmonisan dalam berumah tangga.
3) Mempelajari kesenangan pasangan.
Perhatian-perhatian kecil akan mempunyai nilai tersendiri bagi pasangan ananda, apalagi di awal perkawinan ananda. Ananda dapat melakukannya dengan mempelajari kesenangan pasangan ananda, mulai dari selera makan, kebiasaan, hobby yang tersimpan dan lainnya. Tidak menjadi masalah jika ternyata apa yang disenanginya tidak ananda senangi. Ananda bisa mempersiapkan kopi dan makanan kesukaannya disaat pasangan ananda yang punya hobby membaca disaat sedang membuka-buka buku. Atau ananda bisa sekali-kali menyisihkan waktu untuk sekedar mengantar pasangan ananda berbelanja, untuk menyenangkan hatinya. Atau kalau mungkin ananda bisa memadukan hobby ananda yang ternyata sama, dengan demikian ananda telah memasang saham kasih sayang di hati pasangan ananda sebagai kesan pertama, karena kesan pertama akan selalu diingatnya. Dan ananda bisa menjadikannya sebagai kebiasaan yang istimewa dalam rumah tangga ananda.
4) Adaptasi lingkungan.
“Karena hakikat pernikahan bukan perkawinan antara ananda dan pasangan ananda, tetapi, lebih luas lagi antara keluarga ananda dan keluarga pasangan ananda, antara desa ananda dengan desa pasangan ananda, antara bahasa ananda dengan bahasa pasangan ananda, antara kebiasaan (adat) ananda dengan kebiasaan (adat) pasangan ananda, dan seterusnya”.
5) Menanamkan rasa saling percaya.
Tidak salah jika suatu saat ananda merasa curiga dan cemburu. Tetapi harus ananda ingat, faktor apa yang membuat ananda cemburu dan seberapa besar porsinya. Tidak lucu jika ananda melakukannya hanya dengan berdasar perasaan hati. Hal itu boleh saja untuk sekedar mengungkapkan rasa cinta, tetapi tidak baik juga kalau terlalu berlebihan. Sebaiknya ananda menanamkan sikap saling percaya, sehingga ananda akan merasa tenang, tidak diperbudak oleh perasaan sendiri. Yakinkan, bahwa pasangan ananda adalah orang terbaik yang ananda kenal, yang sangat ananda cintai dan kalau perlu buktikan juga bahwa ananda sangat membutuhkan kehadirannya, kemudian bersikaplah secara terbuka.
6) Musyawarah.
Persoalan-persoalan yang timbul dalam rumah tangga harus dihadapi secara dewasa. Upayakan dalam memecahkan persoalan ananda mengajak pasangan ananda untuk bermusyawarah. Demikian juga dalam mengatur perencanaan-perencanaan dalam rumah tangga, sekecil apapun masalah yang ananda hadapi, semudah apapun rencana yang ananda susun. Ananda bisa memilih waktu-waktu yang tepat untuk saling tukar pikiran, bisa di saat santai, nonton atau dimana saja sekiranya pasangan ananda sedang dalam keadaan rilex dan segar dan bugar.
7) Menciptakan suasana Islami.
Suasana Islami ini bisa anda bentuk melalui penataan ruang, hiasan kaligrafi, tingkah laku keseharian ananda dan lain-lain. Shalat berjama’ah bersama pasangan ananda, ngaji bersama (tidak perlu setiap waktu, cukup habis maghrib atau shubuh), mendatangi majlis ta’lim bersama atau membuat kegiatan yang Islami dalam rumah tangga ananda. Hal ini akan menambah eratnya ikatan bathin antara ananda dan pasangan ananda. Dari sini akan terbentuk suasana Islami, sebuah keluarga yang Sakinah, Mawaddah wa Rahmah. Insya Allah.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Konseling pranikah (premarital counseling) merupakan konseling yang diselenggarakan kepada pihak-pihak yang belum menikah, sehubungan dengan rencana pernikahannya. Biasanya mereka datang ke konselor untuk membuat keputusannya agar lebih mantap dan dapat melakukan penyesuaian dikemudian hari secara lebih baik. Bimbingan keluarga perlu memperhatikan unsure-unsur yang khas dari keluarga sebagai kelompok kecil. Dinamika dan penguasaan dari konselor keluarga akan menentukan berhasil atau tidaknya proses bantuan.
B. Saran
Demikian yang dapat kami jelaskan semoga bemanfaat bagi pembaca dan dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan, oleh karena itu kami senantiasa menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Vitalis. 2015. Hand Out Materi BK Diperluas
¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬__________Hand Out Konseling Keluarga
Labels:
Makalah
Thanks for reading Makalah BK Konseling Perkawinan. Please share...!