PERKEMBANGAN ZISWAF DI INDONESIA
(Tata Kelola dan Perkembangan ziswaf)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.
Berbagai program pengentasan kemiskinan dan
peningkatan kesejahteraaan masyarakat yang
telah dilaksanakan oleh pemerintah dengan memberdayakan masyarakat masih belum
memperlihatkan
hasil dan dampak yang signifikan. Hal ini menandakan bahwa pemerintah pun perlu
didukung
dan dibantu dengan program-program pemberdayaan masyarakat lainnya. Dengan
pendayagunaan
ZISWAF (Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf), tentunya sebagai salah satu sumber
dana bagi pembangunan dan pengembangan sarana maupun prasarana yang harus
dimiliki
ummat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan
terlebih lagi
bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Ziswaf seyogyanya menjadi dana produktif agar
masyarakat tidak hanya dapat menikmati akan
tetapi juga dapat menghasilkan, mendayagunakan dana tersebut untuk kemaslahatan
umat. Oleh karena itu Hasil penghimpunan zakat haruslah berputar, tak lagi
hanya sekedar untuk dikonsumsi, aka,n tetapi perlu dimanfaatkan,
agar dana atau hasil penghimpunan zakat menjadi produktif. Produktif,
artinya menghasilkan sesuatu, menambah dan memperluas manfaat dari sesuatu. Di
Indonesia, upaya meningkatkan efektivitas dan kredibilitas zakat dalam ranah
pembangunan nasional semestinya berfokus pada beberapa agenda. Pertama, peningkatan
penerimaan dana zakat melalui lembaga lembaga zakat. Kedua, peningkatan
efektifitas penyaluran atau pendayagunaan dana zakat. Ketiga,mampu
menghadapi tantangan dan peluang dalam pengelolaan zakat.
Selain itu wakaf sebagai bentuk instrumen khas ekonomi Islam yang berdasarkan unsur asalnya berupa
kebajikan (birr), kebaikan (ihsan), dan persaudaraan. Ciri khas pada
wakaf adalah pergeseran kepemilikan pribadi menuju kepemilikan umat yang
diharapkan abadi dan memberikan manfaat secara berkelanjutan (sustainbility).
Sebagai salah satu praktek keagamaan yang erat hubungannya sengan sosial
ekonomi, zakat, infaq, sadaqah, dan wakaf
telah banyak membantu pembangunan secara meluas di Indonesia baik secara
sumber daya manusia maupun sumber daya sosial.
B.
RUMUSAN
MASALAH.
1.
Bagaimana Manajemen
Pengumpulan (fundrising), Tata Kelola Aset, Penyaluran Hasil, dan
Pelaporan Ziswaf di Indonesia?
2.
Bagaimana
Perkembangan Ziswaf di Indonesia?
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui
penerapan manajemen Pengumpulan (fundrising),
Tata Kelola Aset, Penyaluran Hasil,
dan Pelaporan Ziswaf di Indonesia
2.
Mengetahui
perkembangan Ziswaf di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Manajemen
Pengumpulan (Fundrising), Tata Kelola
Aset, Penyaluran Hasil, dan Pelaporan ZISWAF di Indonesia.
Zakat
berasal dari kata zaka yang merupakan
ism masdar yang berarti suci, tumbuh,
berkah, terpuji, dan berkembang. Sedang secara istilah zakat adalah sejumlah
harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak.
Sedangkan menurut Undang-Undang No.38 Tahun 1998 tentang pengelolaan zakat,
menjelaskan pengertian zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang
muslim atau badan yang dimiliki orang muslim sesuai ketentuan agama untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Dasar
hukum zakat ada pada QS. Al-Baqarah 110, yang berbunyi:
Artinya: “dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat dan kebaikan apa saja yang
kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Infaq adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang guna menutup
kebutuhan orang lain, baik berupa minuman, makanan dan sebagainya; berderma
atau memberikan sebagian dari rizki (karunia) atau menafkahkan sesuatu kepada
orang lain dengan ikhlas karena Allah dan berharap ridho dan berkah-Nya. Shadaqah
adalah pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan,
ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima shadaqah, tanpa disertai imbalan.
Shadaqah ini hukumnya adalah sunnah, bukan wajib. Sedangkan wakaf menurut
Kompilasi Hukum Islam adalah suatu
perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukkum yang
memisahkan sebagian harta miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya
guna kepentingan ibadah atau kepentingan umum lainnya sesuai ajaran Islam.
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara
konkrit tekstual. Wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang
digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada
keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Selain
dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima
wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang
yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah
menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi
dan kaum Muslimin sejak masa awal Islam hingga sekarang.
Pada penghimpunan dana zakat oleh BAZ
(BAZNAS dan BAZDA) mengalami peningkatan semenjak
tahun 2002. Secara total dana zakat yang dikumpulkan oleh BAZ adalah sebesar 12
milyar
rupiah pada tahun 2002 yang meningkat mencapai 142 milyar rupiah pada tahun
2006. Sebagaimana
dijelaskan di bagian sebelumnya, sebagai tindak lanjut dari UU Pengelolaan
Zakat No.
38/1999, berbagai daerah di tanah air menerbitkan perda zakat.
Dalam kelembagaan pengelolaan zakat terdapat unsur, pertimbagan, unsur
pengawas, unsur pelaksana. Keberadaan tiga unsur dalam kelembagaan pengelolaan
zakat menunjukkan adanya penerapan manajemen modern dalam pengelolaan zakat.
Manajemen zakat yang baik adalah suatu keniscayaan. Dalam Undang-Undang (UU) No.38 Tahun 1999 yang
sudah diamandemen menjadi UU No.23 Tahun 2011
dinyatakan bahwa “Pengelolaan
zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat”.
Untuk itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat
ukurnya.
1) Amanah . Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki
oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua sitem yang
dibangun. 2) Sikap profesional . Sifat amanah belumlah cukup, harus
diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya, 3) Transparan . Dengan
transparannya pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu sistem kontrol
yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi
juga akan melibatkan pihak eksternal. Dan dengan transparansi inilah rasa
curiga dan ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisir.
Pada
implementasi manajemen penghimpunan Ziswaf
di Indonesia Berdasarkan
UU Pengelolaan Zakat No. 38/1999 dana zakat dapat dikumpulkan melalui
Badan Amil Zakat (BAZ) bentukan pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ)
bentukan
non-pemerintah yang tersebar diseluruh pelosok tanah air. Selain
kedua institusi tersebut sebenarnya terdapat satu institusi penting
lainnya yang juga mengelola ziswaf, antara lain
individu, pesantren, masjid, dan yayasan amal, karena sifatnya yang
semi-formal, keberadaan institusi ini tidak dapat diatur dalam
undang-undang. Pengumpulan
zakat dilakukan oleh badan amil ziswaf yang dibentuk oleh pemerintah dan lembaga amil ziswaf yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah atau LAZ, yang mana pengumpulan ziswaf dapat dilakukan melalui penyerahan langsung (datang) ke Badan Amil Zakat melalui conter zakat, unit
pengumpulan zakat, pos, bank, pemotongan gaji, dan
pembayaran zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak
ataupun jemput bola yang dilakukan oleh LAZ sebagai salah satu fasilitas yang
diberikan kepada muzakki. Atau pada penghimpunan dana ziswaf oleh BAZ (BAZNAS dan
BAZDA)/ LAZ dari sumber dana seperti masyarakat umum, lembaga/instansi usaha,
dan pemerintah yang merupakan donatur atau muzakki, lalu menciptakan dana abadi dengan adanya
pemberdayaan bagi aset penghimpunan dan mengkapitalisasi dari barang ataupun
jasa guna sebagai penggiat dari penghimpunan zizwaf. Pada penghimpunan ini
dilakukan dengan sesuai dari visi-misi BAZ/ LAZ yang termotivasi kepentingan
ibadah, pemberdayaan dengan program dan
cara penghimpunan yang dilakukan oleh volounter atau amil secara langsung bertemu atau tidak dengan muzakki
Pendayagunaan ziswaf merupakan kegiatan untuk memberikan
multimanfaat bagi mustahik zakat dengan memanfaatkan hasil penghimpunan zakat.
Dalam hal ini berarti dana zakat berorientasi pada kegiatan produktif, bukan
hanya konsumtif. Aspek manajemen zakat merupakan hal yang penting dan
fundamental. Selain itu dalam pengelolaan aset dapat dilakukan dengan cara
pemberdayaan mustahik antara lain
pengembangan Ekonomi, Pembinaan SDM (Sumber Daya Manusia), dan Layanan Sosial.
Dalam melakukan kegiatan pengembangan ekonomi, ada beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan oleh LAZ antara lain, penyaluran modal yang dapat diberikan pada perorangan atau
kelompok sehingga diharapkan mustahik
dapat semakin mengembangkan usahanya dan dapat berkontribusi pada mustahik lainnya sehingga dapat
mendorong kegiatan ekonomi masyarakat secara meluas. Penciptaan lapangan kerja
yakni diharapkan usaha yang dibantu tersebut dapat memberikan porsi lapangan
pekerjaan untuk dapat mengentas kemiskinan dan penganguran. Sedangkan dalam
pembinaan SDM, maka LAZ dapat melakukan pada program beasiswa yang bertujuan
untuk membantu mustahik dalam meningkatkan kapasitas dirinya sehingga
dapat merubah nasibnya kelak. Diklat dan Kursus ketrampilan yang diberikan kepada
mustahik yang kurang semangat
melanjutkan pendidikan maka jalur pelatihan praktis cukup efektif untuk
menambah keahlian dan ketrampilan sehingga dapat meningkatkan etos kerja mustahik. Selanjutnya adalah layanan
sosial yang diberikan kepada kalangan mustahik
dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Selain itu dalam meningkatkan aset
ziswaf oleh BAZ/LAZ. Pengelolaan aset ziswaf merupakan tindakan ibadah untuk meningkatkan sosial ekonomi umat yang
dikembangkan pada suatu hal yang memiliki potensi besar dari lembaga BAZ/LAZ
dalam bentuk kemandirian umat, yang mana BAZ/LAZ yang membuat program dan
bentuk keberhasilannya ditentukan oleh mustahiq serta besaran modal yang ditentukan masih
bergantung kepada muzakki. Sedangkan pada aset wakaf dalam upaya produktifitas
yang bertujuan pada sosial ekonomi umat keberhasilannya ditentukan oleh nadhir, dimana nadhir harus memiliki skill, networking dan revitalisasi yang baik sehingga dapat memaksimalkan produktifitas
aset wakaf.
Sedangkan pada praktek penyaluran atau
distribusi ziswaf jika kita melihat pengelolan
zakat pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat kemudian di
aplikasikan pada kondisi sekarang. Pada penyaluran zakat dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni bantuan sesaat (pola
tradisonal/konsumtif) dan pemberdayaan (pola
kontemporer/produktif).
Pada pola tradisional bentuk penyalurannya langsung diberikan kepada mustahik sebagai bentuk konsumtif atau phylantropy. Sedangkan jika diberikan
dalam bentuk pemberdayaan seperti halnya dana tabaru’yang diberikan kepada mustahik
sebagai modal usaha atau suatu hal
lain yang dapat memberdayakan dirinya dan lingkungannya. sedangkan sasaran
penerima Allah SWT menetapkan delapan golongan mustahik (asnaf Mustahik). Terdiri dari fakir, miskin,
amil, muallaf, riqob, ghorimin, fisabilillah, dan ibnu sabil. klasifikasi golongan mustahik dapat dibagi dalam dua kelompok
besar, yaitu: kelompok permanen dan kelompok temporer.
1.
kelompok
pemanen : fakir, miskin, amil, dan muallaf. Empat golongan mustahik ini diasumsikan akan selalu ada di wilayah kerja organisasi
pengelolaan zakat dan karena itu penyaluran dana kepada mereka akan terus
menerus atau dalam waktu lama walaupun secara individu
penerima berganti-ganti.
2.
Kelompok
temporer : riqob, ghorimin, fisabilillah dan ibnu sabil. Empat golongan mustahik kini diasumsikan tidak selalu ada di wilayah kerja suatu
organisasi pengelolaan zakat
Pada pelaporan Ziswaf harus
dilaksanakan guna mengatur pengawasan dan pertanggung jawaban dana ziswaf yang
terhimpun dan yang telah didistribusikan. Adapun tujuan dari pelaporan keuangan
adalah menyediakan informasi menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah
besar pemakaian dalam pengambilan keputusan ekonomi. Adapun karakteristik laporan keuangan antara
lain:
1.
Dapat dipahami,pada kualitas informasi yang penting
dapat ditampung dalam laporan serta mudah dimengerti oleh pembaca laporan.
2.
Relevan, agar bermanfaat informasi harus relevan dan
dapat memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan, sehingga
hal ini dapat menegaskan atau mengoreksi hasil dan evaluasi untuk kebaikan masa depan.
3.
Keandalan, bebas dari pengertian yang menyesatkan,
kesalahan material, dan dapat diandalkan dalam penyajian hasil yang jujur.
Untuk dapat diandalkan maka informasi harus memenuhi beberapa hal seperti,
menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa, seperti neraca, dana syirkah
kontemporer dan sebagainya. Selain itu perlu adanya catatan dan sesuai dengan
substansi dan realitas ekonomi yang
sesuai dengan prinsip syariah, laporan harus netral yang ditujukan untuk
umum dan didasarkan pertimbangan akal
yang sehat.
Upaya untuk mewujudkan pengelolaan yang profesional dan
memiliki laporan keuangan yang terpercaya pada organisasi non profit khususnya
lembaga pengelolaan zakat, infak, dan sedekah maka mereka diharuskan menerapkan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) 109 tentang Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah. PSAK 109 disusun
oleh Ikatan Akuntan Indonesia sebagai bagian dari penyempurnaan transaksi
pengelolaan zakat dan infak/sedekah pada organisasi pengelola zakat. Ketetapan
tersebut berlaku Sejak 11 Januari 2012. PSAK 109 mengatur bagaimana pengakuan
dan pengukuran dana zakat, infak/sedekah, penyajian, pengungkapan, dan
pelaporan keuangan amil zakat. Pada perlakuan pelaporan ziswaf biasanya menggunakan
pelaporan akuntansi. Akuntansi ziswaf adalah proses pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan transaksi ziswaf
dengan kaidah syariah Islam untuk memberikan informasi pengelolaan
zakat, infaq, sedekah oleh amil kepada stakeholder untuk
mencapai good govermance,
transparancy, responsibility, accountability, fairness, dan independency. Dalam
perlakuan akuntansi ziswaf ini ada komponen Laporan keuangan antara lain:
neraca (laporan posisi keuangan), laporan perubahan dana, laporan perubahan
aset kelolaan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
B.
Perkembangan
Zizwaf di Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu negara
dengan mayoritas penduduk mulim yaitu sejumlah 216,66 juta jiwa, dengan
presentasi sebesar 85 % dari total penduduk Indonesia. Hal ini
menyiratkan bahwa zakat, infaq, dan sadaqah memiliki potensi besar dan dapat
berkontribusi mengurangi kemiskinan di Indonesia. Begitupula faktanya dari
tahun 2002 hingga 2015 terjadi kenaikan jumlah penghimpun dana zakat sebesar
5310,15%. Dalam kerangka regulasi dan
institusi ziswaf di Indonesia setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai zakat
oleh Peraturan Menteri Agama No.4 Tahun 1998 tentang pembentukan Badan/Amil
Zakat, tetapi tidak terealisasikan undang-undang ini. Lalu pemerintah
mengeluarkan SK.No. 29 dan No.47 Tahun 1991. Lalu perkembangan zakat meningkat
secara signifikan setelah UU no.38 Tahun 1999 diamandemen UU No.23 Tahun 2011
mengenai pengelolaan zakat.
Saat ini di Indonesia setidaknya
terdapat 33 BAZ yang berada di bawah pemerintah provinsi, dan 34
LAZ yang diorganisasikan oleh masyarakat. Hal tersebut tentunya menyimpan suatu
peluang dan
tantangan tersendiri bagi gerakan zakat nasional. Beberapa peluang dari
berdirinya badan/lembaga
zakat tersebut diantaranya: 1) Dari
sisi umat, Umat mudah membayar zakat semakin mudahnya menyalurkan dana
zakat, baik dari segi waktu maupun tempat. Khusu untuk zakat
mal, umat Islam tidak harus menunggu akhir Ramadhan atupun harus membayarkan
melalui masjid terdekat.2) Pemerintah terbantu dengan adanya lembaga zakat,
dari
sisi pemerintah, munculnya begitu banyak BAZ/LAZ tersebut dapat membantu
pemerintah untuk
mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat, untuk dimanfaatkan penggunaannya
dalam
hal penanganan permasalahan bangsa, seperti pemerataan pendapatan dan
pengentasan kemiskinan. 3) Lembaga zakat berlomba mengumpulkan
dan menyalurkan zakat dari sisi BAZ/LAZ, keberadaan banyak
organisasi tersebut dapat menjadi pemicu untuk berlomba-lomba dalam
kebaikan (fastabiqul khairat), tidak hanya dalam pengumpulan zakat, tapi juga
dalam penyaluran
dan tata organisasi masing-masing BAZ/LAZ yang ada, mendapat kepercayaan
penuh
dari umat untuk menjadi perantara pelaksanaan zakat.
Perzakatan di Indonesia mengalami
perkembangan yang dinamis seiring dengan perkembangan zaman. Hal tersebut dapat
dilihat dari beberapa aspek, antara lain: pertama, Indonesia telah memiliki regulasi kekuatan hukum
tentang pengelolaan zakat yakni dalam UU No.23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun
2012 dan Inpres No.3 Tahun 2014. Hal ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah
dalam upaya memajukan ziswaf ke arah pembangunan ekonomi umat secara merata. Kedua, adanya
peningkatan jumlah ziswaf dari tahun ke tahun, hal ini menandakan adanya
kesadaran dari umat muslim di Indonesia untuk berzakat, infaq, sadaqah, dan
wakaf dan menyalurkannya melalui lembaga BAZ/LAZ. Ketiga, potensi zakat di Indonesia menunjukkan angka yang
cukup besar yakni 3,4% dari total PDB Indonesia atau sebesar Rp 217
Triliun pada tahun 2010. Walaupun
potensi ini belum didukung dengan realita penghimpunannya dengan baik, tetapi
ini dapat dijadikan tanda bahwa ziswaf di Indonesia dapat berkembang lebih
besar lagi kedepannya, baik dari segi kuantitas dan kualitasnya.
Oleh
karena itu peranan BAZ/LAZ semakin signifikan dengan segala kewenangan yang
dimilikinya berdasarkan aturan hukum di Indonesia, sehingga dapat dioptimalkan
system kerjanya melalui kualitas kepemimpinan dan manajemen BAZ/LAZ khususnya
dalam berinteraksi dengan semua pemangku kepentingan zakat di Indonesia. Dalam
tantangan efektivitas pemanfaatan zakat akan semakin besar perkembangannya di
masyarakat. Dimana masyarakat semakin kritis dan arus teknologi informasi
semakin terbuka luas, dan pada akhirnya masyarakat ingin mengetahui bahwa
pemanfaatan zakat yang dilakukan oleh BAZ/LAZ betul-betul sudah efektif, yaitu
ikut serta mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia.
Seperti
pada perkembangan yang dilakukan oleh LAZNAS Rumah Zakat yang telah memberikan
tambahan warna untuk memperindah manajemen ziswaf, yakni dengan peluang teknologi era digital, yakni melalui
urun dana (fundrising) dalam bentuk aplikasi “Crowdfunding” yang
diintegrasikan dengan kemampuan digital internet bertujuan, praktek
penggalangan dan pengelolaan ziswaf akan semakin besar. Dalam hal ini Rumah Zakat mengkolaborasikan
aplikasi Crowdfunding dengan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) untuk memudahkan
wajib pajak dengan pembayaran pajak. Hal ini pun memberikan peluang ziswaf
dalam melakukan donasi melalui online kedepannya akan sangat signifikan
disbanding melalui cash/face to face.
BAB
III
KESIMPULAN
1.
Penghimpunan Ziswaf di Indonesia Berdasarkan
UU Pengelolaan Zakat No. 38/1999 dana zakat dapat dikumpulkan melalui
Badan Amil Zakat (BAZ) bentukan pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ)
bentukan
non-pemerintah yang tersebar diseluruh pelosok tanah air. Pendayagunaan
ziswaf merupakan kegiatan untuk memberikan multimanfaat bagi mustahik zakat
dengan memanfaatkan hasil penghimpunan zakat. Dalam hal ini berarti dana zakat
berorientasi pada kegiatan produktif, bukan hanya konsumtif. Aspek manajemen
zakat merupakan hal yang penting dan fundamental. Selain itu dalam pengelolaan
aset dapat dilakukan dengan cara pemberdayaan mustahik antara lain pengembangan Ekonomi, Pembinaan SDM (Sumber
Daya Manusia), dan Layanan Sosial. Pada distribusi ziswaf jika
kita melihat pengelolan zakat pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat kemudian di aplikasikan pada kondisi sekarang. Pada penyaluran
zakat dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni
bantuan sesaat (pola tradisonal/konsumtif) dan pemberdayaan
(pola kontemporer/produktif). sasaran penerima Allah SWT menetapkan delapan
golongan mustahik (asnaf Mustahik).
Terdiri dari fakir, miskin, amil, muallaf, riqob, ghorimin,
fisabilillah, dan ibnu sabil.
2.
Perzakatan
di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis seiring dengan perkembangan
zaman. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain: Indonesia telah memiliki regulasi kekuatan hukum
tentang pengelolaan zakat, adanya peningkatan jumlah ziswaf dari tahun ke tahun, potensi zakat di Indonesia menunjukkan angka yang
cukup besar yakni 3,4% dari total PDB Indonesia atau sebesar Rp 217
Triliun pada tahun 2010, hal ini dapat
dijadikan tanda bahwa ziswaf di Indonesia dapat berkembang lebih besar lagi
kedepannya, baik dari segi kuantitas dan kualitasnya.
DAFTAR
PUSTAKA