-->

Kumpulan Makalah, Artikel dan Share Informasi

Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umawiyah dan Dinasti Abbasiyah


A.    Proses Terjadinya Dinasti Ummawiyah
Nama daulah Ummawiyah itu berasal dari nama “ Umaiyah ibnu “Abdi syams ibnu ‘Abdi Manaf” yaitu salah seorang pemimpin kabilah Quraisy dizaman Jahiliyah, dan ia selalu bersaing dan berusaha merebut kepemimpinan dan kehormatan Hasyim Abdi Manaf dikalangan masyarakat bangsanya. Pada keturunannya sangat menolak keras dengan ajaran nabi dan menolak dengan tegas kekhalifahan atau kepemimpinan nabi Muhammad SAW. Bani Ummawiyah baru masuk Islam setelah nabi Muhammad SAW dapat menaklukkan kota Mekkah. Sepeninggalan Rasulullah keturunan Ummawiyah, mereka sudah menginginkan kekhalifahan pengganti Rasulullah, tetapi mereka belum berani mengemukakan dirinya pada masa Khalifah Abu Bakar ash Shidiq dan Umar bin Afwan. Setelah wafatnya khalifah Umar bin Afwan, maka Bani Ummawiyah menyokong Ustman bin Afwan untuk dijadikan menjadi khalifah pengganti Umar, dengan hasil Musyawarah, sehingga berhasillah Ustman menjadi Khalifah pengganti Umar. Pada masa pemerintahan Ustman inilah Muawiyah mencurahkan seluruh kekuatannya untuk memperkuat dirinya dan menyiapkan kota Syam untuk dijadikan pusat kekuasaannya dikemudian harinya.
Ketika Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah menggantikan ustman, Muawiyah sebagai gubenur di Syam, membentuk golongan orang-orang yang menolak tegas perintah Khalifah Ali, dia pun mendesaknya untuk mengusut kematian Ustman bin Afwan. Desakan Muawiyah ini pun tumpah saat perang Sifiin, yakni pertempuran antara pihak Muawiyah dengan pihak Ali bin Abi Thalib. Pada perang ini pun terjadi genjatan senjata atau tahkim sehingga pihak Ali pun terbagi menjadi dua, yakni pihak syiah atau pengikut Ali, dengan pihak Khawarij atau penentang Ali, dan pihak Muawiyah itu sendiri. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H salah seorang Khawarij membunuh Ali, sehingga dengan wafatnya Ali bin Abi Thalib ini berakhir pula masa pemerintahan Khalifaur Rasydin, dan menjadi jalan yang baik untuk Muawiyah melancarkan rencananya untuk dapat menjadi Khalifah. Pada tahun 661 M/41 H maka menjadi tahun persatuan (Am al Jama’ah)[1]atau  tahun dimana Muawiyah melakukan sumpah jabatan yang dilakukan didepan dua putra Ali, yakni Hasan dan Husein, dan rakyat banyak.

B.     Khalifah Dinasti Ummayah
Dinasti Ummaiyah ini yang berlangsung selama ±91 tahun, yakni dari tahun 41-132 H, yang diperintah sebanyak 14 khalifah yang beribukota di Damaskus. Pada periode Bani Umawiyah ini dibagi menjadi tiga bagian periode, yakni permulaan, keemasan, dan keruntuhan. Pada masa permulaan, yakni ditengarai meletakkan  dasar pemerintahan, pembunuhan Husein , perampasan kota Madinah, Penyerbuan Mekkah pada masa Yazid I, dan perselisihan diantara suku-suku Arab pada masa Muawiyah II.[2]
Pada masa keemasan periode ini adalah pada Khalifah walid I yang mana negara Islam meluas ke daerah Barat dan Timur, beban masyarkat berkurang, berbagai macam pembangunan telah dilakukan, seperti masjid, gedung-gedung sekolah mendapatkan perhatan serius darinya.  Kejayaan pun mulai suram saat dibawah kekhalifahan Umar II (Umar Ibn Abd Aziz), dia merupakan pelopor penyebaran agama Islam, akan tetapi pemerintahannya hanya 2 tahun 5 bulan saja[3] , setelah dia diganti oleh khalifah setelahnya, maka kepentingan pribadipun diutamakan daripada kepentingan umum, perselisihan antar putra mahkotapun tidak terelakan, begitu pula dengan kepemimpinan daerah dan pertempuaran dengan pasukan Abbasiyah di Irak, sehingga kemenangan pun ada dipihak Abbasiyah yang ipimpin oleh Abu Muslim al Khurasani, sehingga ibukota Umawiyah pun menjadi daerah kekuasaan Abbasiyah. Untuk lebih lengkapnya, dari semua khalifah pada bani Ummawiyah, yakni:
1.      Muawiyah bin Abu Sufyan(40-60H)
2.      Yazid bin Muawiyah (60-63 H)
3.      Muawiyah II (63 H)
4.      Marwan bin Al Hakam (64-65H)
5.      Abdul Malik bin Marwan (65-86 H)
6.      Al Walid bin Abdul Malik(86-96 H)
7.      Sulaiman bin Abdul Malik(96-99 H)
8.      Umar bin Abdul Aziz(99-101 H)
9.      Yazid bin Abdul Malik( 101-105H)
10.  Hisyam bin Abdul Malik(105-125 H)
11.  Al Walid bin Yazid bin Abdul Malik(125 H)
12.  Yazid III(126 H)
13.  Ibrahim(126 H)
14.  Marwan bin Muhammad (128-132H)
C.    Sistem Pemerintahan Pada Masa Daulah Ummayah
Dalam sistem kekuasaan pada masa Khulafaur Rasydun yang bermula demokrasi, dengan pemindahan ditangan Muawiyah berpindah menjadi monarki hereditis (kerajaan turun Menurun). Sikap ini pun diawali saat Muawiyah bin abu sufyan mengangakat anaknya Yazid untuk dijadikan menjadi Khalifah berikutnya. Sikap ini pun dipengaruhi oleh keadaan Syria, saat ia menjabat sebagai gubenur disana, yang dipengaruhi sistem Monarki heredatis di Persia dan kekaisaran Byzantium. Pada masa Muawiyah I dimulai perubahan-perubahan administrasi pemerintahan, mulai dari pasukan pengawal raja, mendirikan balai-balai pendaftaran dan juga menaruh perhatian atas jawatan pos yang menjadi suatu susunan yang teratur yang menghubungkan bagian negara. Seperti dewan Sekretaris Negara (diwan al kitabah) yang terdiri dari lima sekretaris, yakni; katib ar rasail, katib al kharaj, katib al jund, katib al syurthah, dan katib al qadhi’. Yang mana dari sekeretaris negara itu mengurus administrasi pemerintahan. Dan diangkat pula seorang amir untuk dijadikan pemimpin disetiap daerah. Pada Masa Abd. Malik ibn Marwan, yakni khalifah ke-5 , pelaksanaan pemerintahan dibagi menjadi beberapa pokok, yakni[4]; kementrian pajak tanah (Diwan al Kharaj) yang tugasnya mengawasi tugas Departemen Keuangan, kementrian pengesahan (Diwan Al Khatam) yang bertugas (Diwan Ar Rasail) untuk mengontrol permasalahan-permasalahan disetiap daerah, dan semua komunikasi dari para gubenur, kementrian urusan perpajakan (Diwan Al Mustaghalat).
Perluasan wilayah pada, kekuasaan bani Ummawiyah untuk daerah Timur dan juga Barat  mencapai kegemilangan pada masa Walid I  pada masa ini pun ada pemimpin pasukan terkemuka  sebagai penakluk yaitu Qutaybah ibn Muslim, Muhammad ibn Qasim, dan Musa ibn Nusayr. Didaerah Timur yang bisa ditaklukkan oleh bani Ummawiyah  yakni daerah Khurasan sampai ke Lahore di Pakistan, sedangkan di daerah Barat yakni ke arah Byzantium. sedangkan  pada masa Qutaybah bin Muslim, ia berhasil menaklukkan Balk, Bukhara, Khawarazm, Farghana, dan hara, Khawarazm, Farghana, dan Samarkhand. Sedangkan Muhammad Ibn Qasim melumpuhkan seluruh penjuru Sind hingga Maltan (pusat haji terkenal orang India, didekat Punjab). Untuk Musa ibn Nusayr yang melusakan daerah kekuasaannya di daerah Barat  yakni aljazair dan Maroko. Musa pun mengangkat Thariq bin Ziyad sebagai wakil utnuk memerintah bagian itu. Dengan didorong kemenangan di Afrika Utara dan karena adanya kerusuhan merebut kekuasaan dalam kerajaan Gothia di Spanyol. Setelah mendengarkan kemenagan Thaariq dalam menaklukkan Spanyol, pasukan Musa melebarkan kembali wilayah kekuasaan sampai ke Barcelona, Narbone, Cadiz, dan Calica, lalu ke selatan Prancis.
Prinsip keuangan yang dilakukan pada masa ini adalah mengikuti pada masa Khulaur Rasydun, yaitu dengan penetapan pajak tanah, dan pajak perorangan untuk setiap individu penghuni setiap daerah-daerah yang telah dikalahkan merupakan pemasukan sendiri bagi pemerintahan Bani Ummawiyah.  Hal ini pun untuk dapat kelancaran penggajian bala tentara dan juga untuk menybarkan syiar Islam.
D.    Perkembangan Peradaban Pada Masa Dinasti Ummayah
a.       Arsitektur
Beberapa hal yang menonjol dari arsitektur Bani Ummawiyah yakni pembangunan kota-kota baru dan kota-kota lama dengan gaya perpaduan persia, Romawi, dan Arab, dan juga  pada pembangunan  masjid-masjid, seperti di Masjid Damaskus atas kreasi arsitektur abu Ubaidillah ibn Jarrah , dengan gaya kubah-kubahnya yang berukuran besar berbentuk tapak besi kuda bulat, dan disekiling masjid terdapat empat mercusuar yang merupakan bangunan peninggalan Yahudi, tetapi empat mercusuar hanya digunakan satu mercusuar yang terletetak ditenggara masjid untuk Adzan.
b.      Organisasi Militer
Pada masa kekuasaan bani Ummawiyah ini untuk keorganisasian militer ini dibagi menjadi tiga bagian, yakni; angkatan darat (al jund), angkatan laut (al bahriyah), dan angkatan kepolisian (asy syurtah). Pada masa ummawiyah bala tentara ini sesuai dengan sistem Arabisme, yang terdiri dari suku bangsa Arab saja, akan tetapi ketika sampai pada ekspansi di Afrika Utara, suku Barbar turut ambil bagian pada masa ini. Pada masa Abd Malik ibn Marwan  diberlakuakan wajib Militer untuk setiap rakyatnya. Yang setiap aktivitasnya ini pun dilengkapi dengan baju besi, kuda, pedang, panah, dan lain sebagainya. Untuk angkatan laut ini yakni dengan pembuatan kapal-kapal guna untuk mengankis serangan armada Byzantium serta sebagai sarana transportasi dalam usaha untuk perluasan wilayah. Sedangkan untuk armada kepolisian ini awalnya merupakan bagian dari organisasi kehakiman, lalu bersifat independen yang bersifat indenpenden yang mengurusi kejahatan-kejahatan.
c.       Perdagangan
Untuk perdagangan pada masa Bani Ummawiyah ini ada beberapa jalur untuk mencapai kemajuan perekonomian, yakni melawati jalur darat dengan menggunakan Jalus Sutra ke Tiongkok untuk perdaganan jenis Sutra, keramik, obat-obatan, dan wewangian. Sedangkan yang lainnya yakni dengan jalur laut, untuk perdagangan rempah-rempah, bumbu, kasturi, permata, logam mulia, yang ini pun dominan ke arah negeri bagian Timur.
d.      Reformasi Fiskal
Dalam hal ini pemerintahan Umawiyah dalam pengumpulan pembendaharaan negara, yakni salah satunya dengan mengumpulkan biaya pajak dari masyarakat, baik itu pajak untuk penduduk Arab Muslim, ataupun non-Muslim. Dalam hal ini pemerintah dalam menerapkan pembagian wajib pajak yang terberat kepada penduduk yang non Muslim, yang wajib membayar pajak Tanah dan juga pajak kepala, sedangkan untuk penduduk Muslim hanya diwajibkan membayar pajak tanah saja. Dengan sistem pembagian pajak seperti ini sehingga menimbulkan ketidak puasan dalam lingkungan orang non-muslim sehingga pada akhirnya menimbulkan gerakn untuk nmenumbangkan kekuasaan Ummawiyah.
E.     Runtuhnya Dinasti Ummawiyah
Pada tokoh pergerakan Abbasiyah yakni Ibrahim al Imam mengangkat Abu Muslim sebagai pemimpin di Khurasan, dan diberikan kekuasaan untuk melakukan propaganda secara terang-terangan, dan ia pun di beri kekuasaan untuk melakukan pembunuhan kepada Masyarakat yang berbahasa Arab dan juga yang dicurigai dapat menggagalkan misinya. Selama bertahun-tahun gerakan tersebut tanpa hambatan dari Dinasti Ummawiyah. Ketika surat perintah pembunuhan yang dikirimkan oleh Ibrahim al Imam kepada Abu Muslim jatuh kepada Marwan ibn Muhammad, bencana pun menimpa Ibrahim al Imam di tangkap dan dipenjarakan di Haran setelah mengangkat As Safah sebagai penggantinya. Ibrahim pun dibunuh 132 H, meskipun telah dibunuh, akan tetapi langkah dari Marwan ibn Muhammad terlambat, karena sudah dikuasai oleh pemberontak. Bahkan benteng-benteng Damaskus telah terpasang bendera hitam Abbasiyah telah dikibarkan. Begitu juga di Hijaz, Syam, dan Irak. Pemberontak syiah pun juga melanjutkan penyerbuan dari Khurasan hingga Irak, Syam, dan Mesir. Ia pun tewas terbunuh di mesir. Dengan wafatnya Marwan ibn Muhammad, maka berakhirlah kepemimpinan Dinasti Umawiyah.
F.      Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah
Dinasti ini pun berasal dari nama keluarga Bani Hasyim, yakni seleluhur dengan nabi Muhammad SAW. Yang diambil dari nama paman beliau  al Abbas, yang secara resmi diplokamirkan oleh Abd Allah Al Shaffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abd Allah ibn Abbas. Keturunan paman nabi Muhammad inilah yang disebut dengan bani Abbas. Yang mana keturunan al Abbas ini mengklaim dirinya lebih baik menggantikan posisi nabi ketika beliau wafat, dari pada Ali bin abi Thalib, yang mana mereka menganggap paman nabi inilah yang lebih berhak, ketimbang keponakan nabi. Pada awal mula pemikiran ini belum muncul ketika nabi meninggal, tetapi mengemuka ketika cucu Ali bin abi Thalib, yang kekaligus pemimpin syiah al Khaisaniyah, atau kelompok terbesar keturunan Ali yang melakukan perlawanan kepada Ummawiyah. Dari Dinasti Abbasiyah ini tidak begitu terpengaruh dari peradaban Arab, seperti halnya pad masa Dinasti Ummawiyah dikarenakan perpindahan ibukota dari Damaskus ke Bagdad.

G.    Tokoh Pada Masa Dinasti Abbasiyah
Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik. Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah antara lain[5]:
a.       Para Khalifah tetap dari Arab, sementara para menteri gubernur, panglima perang dan pegawai lainnya banyak dipilih dari keturunan Persia dan Mawali.
b.      Kota Bagdad ditetapkan sebagai ibukota negara dan menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi dan kebudayaan.
c.       Kebebasan berfikir dan berpendapat mendapat porsi yang tinggi.
d.      Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia.
e.       Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah.
Dalam dinasti Bani Abbasiyah ini terdapat 37 khalifah berkuasa kurang lebih selama lima abad (750-1258 M). Ada beberapa tokoh yang sangat berjasa dan sukses dalam penggulingan Dinasti Ummawiyah, yakni;
1.      Muhammad ibn Ali ibn Abd Allah ibn Al Abbas
Beliau adalah putra dari Ali ibn Abd Allah, yang merupakan seorang yang zuhud, meningkatkan kualitas ibadah, dan juga baik dalam menjalin persahabatan dengan bani Ummawiyah, sehingga ia pun diberi daerah kekuasaan oleh khalifah Walid ibn Malik, yakni daerah Hummayyah yang terletak didekat Damaskus, tetapi anaknya yakni khalifah Muhammad ibn Ali termasuk seseorang yang cerdas dan Ambisius terhadap kekuasaan, ia pun dapat dikatakan sebagai perintis pergerakan.
2.      Ibrahim al Imam
Ia adalah putra dari Muhammad ibn Ali, dan Ia adalah penerus kepemimpinan setelah sepeninggalan ayahnya. Semasa kepemimpinannya mengalami kemajuan yang sangat pesat, akan tetapi dengan kekuasaannya ia pun bermain dengan leluasa dengan kekuasaan yang dimilikinya. Setelah Abu Muslim memberikan seperlima dari hartanya, lalu diangkatnya Abu Muslim menjadi pemimpin di Khurasan, dan memberikan kekuasaan kepada Abu Muslim untuk melakukan propaganda secar besar-besara, yaitu membunuh siapa saja yang dicurigainya.
3.      Abu al Abbas as shafah
Setelah saudaranya Ibrahim al Imam meninggal dunia, maka Abu al Abbas as Shafah menggantikan posisinya menjadi pemimpin, sampai benar-benar Dinasti Umayyah dapat digulingkan. Ia pun langsung mengangkat dirinya menjadi khalifah pertama di Dinasti Abbasiyah, dengan menggelari dirinya al Saffah yang berari sang penumpah darah.
4.      Abu Muslim al Khurasani
Biasa ia menyebuit dirinya sebagai gubenur keluarga Muhammad (Amir al Muhammad), kedudukan ini ia pangku sampai kekhalifahan as Shaffah, lalu pada masa pemerintahan Abu Ja’far al Manshur, kebesaran Abu Muslim di balas dengan kejahatan, karena dikhawatirkan membawa pengaruh kepada masyarakat.
5.      Abu salamah al Khalal
Beliau adalah salah satu tokoh yang dapat mempengaruhi ibrhim al Imam, yang mana pada tahun 744 H Bukhayr ibn Mahan wafat, pada waktu ia mendapatkan persetujuan dari Ibrahim al Imam untuk pengankatan menantunya, maka ia pun memakai gelar Wazir al Muhammad atau mentri keluarga Muhammad, ia meruopakan seorang yang kaya raya, dan ahli dalam perpolitikan, namun pada saat kesuksesan hampir tergapai, maka Khalifah As shafah membunuhnya, atas persetujuan oleh Abu Muslim.

H.    Gerakan Perjalanan Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dapat dibagi dalam dua periode. Periode I adalah masa antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai al-Mustakfi. Periode II adalah masa 945-1258 M, yaitu masa al-Mu’ti sampai al-Mu’tasim. Pembagian periodisasi diasumsikan bahwa pada periode pertama, perkembangan diberbagai bidang masih menunjukkan grafik vertikal, stabil dan dinamis. Sedangkan pada periode II, kejayaan terus merosot sampai datangnya pasukan Tartar yang berhasil mengancurkan Dinasti Abasiyyah.
Pada Pemerintahan Abasiyyah periode I, telah mengembangkan kebijakan-kebijakan politik diantaranya adalah:
a.    Memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Bagdad
b.    Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
c.    Merangkul orang-orang persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abasiyyah memberi peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum Mawali
d.   Menumpas pemberontakan-pemberontakan
e.    Menghapus politik kasta 

Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh wazir (perdana menteri) yang jabatannya disebut wizaraat. Wizaraat ini dibagi menjadi 2 yaitu: pertama, wizaraat tafwid (memliki otoritas penuh dan tak terbatas), waziraat ini memiliki kedaulatan penuh kecuali menunjuk penggantinya. Kedua, wizaraat tanfidz (memiliki kekuasaan eksekutif saja) wizaraat ini tidak memiliki inisiatif selain melaksanakan perintah khalifah dan mengikuti arahannya.

Sedangkan untuk Model pemerintahan yang diterapkan oleh Abasiyyah bisa dikatakan asimilasi dari berbagai unsur. Ini terlihat jelas dari adanya periodesasi atau tahapan pemerintahan Abasiyyah. Ciri-ciri yang menonjol pada masa pemerintahan Abasiyyah yang tidak terdapat di zaman Umayyah adalah[6]:
1.             Dengan berpindahnya ibu kota ke Bagdad, pemerintah Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh arab, sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abaasiyyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
2.             Dalam penyelenggaraan negara, pada Bani Abbasiyyah jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
3.             Ketentaraan profesional baru terbentuk pada maasa pemerintahan Bani Abbas, sebelumnya belum ada tentara yang profesional.       

I.       Kemajuan dan Kemunduran Daulah Abbasiyah.
Kekuasaan pada periode Bani Abbas ini menerapkan pola pemerintahan berbeda-beda sesuai dengan kondisi politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan dan politik terbagi menjadi lima periode, yakni:
1.      Periode Awal atau Pengaruh Persia Pertama (750-847), Ada 10 khalifah yang memimpin pada masa ini, telah dikatakan pada awal pembahasan bahwa salah satu ciri pemerintahan Abasiyyah adalah adanya unsur non Arab yang mempengaruhi pemerintahannya seperti Persia dan Turki. Pada awal pemerintahannya Abasiyyah lebih cenderung seperti pemerintahan Persia dimana raja mempunyai kekuasaan absolut yang mendapat mandat dari tuhan. Masa inilah yang mengantarkan abasiyyah pada puncak kejayaannya.
2.      Periode Lanjutan atau Turki Pertama (847-945), Ada 13 khalifah yang memerintah pada masa ini, masa ini ditandai dengan kebangkitan orang Turki salah satu cirinya adalah orang Turki memegang jabatan penting dalam pemerintahan, terbukti dengan dibangunnya kota Samarra’ oleh al-Mu’tashim. Sepeninggal al-Mutawakkil, para jenderal Turki berhasil mengontrol pemerintahan, sehingga khalifah hanya dijadikan sebagai “boneka” atau simbol seperti khalifah al-Muntanshir, al-Mustain, al-Mu’tazz, al-Muhtadi.
3.       Periode Buwaihiyah atau pengaruh persia kedua (945-1055), Ada 5 khalifah yang memerintah pada masa ini, masa ini berjalan lebih dari 150 tahun, namun secara de facto kekuasaan khalifah dilucuti dan bermunculan dinasti-dinasti baru. Kemunculan dinasti Buwaihhiyyah ini, pada awalnya untuk menyelamatkan khalifah yang telah jatuh sepenuhnya dibawah kekuasaan para pengawal yang berasal dari Turki. Dominasi bani Buwaihiyyah berasal dari diangkatnya Ahmad bin Buwaih oleh al-Muktafie sebagai jasa mereka dalam menyingkirkan pengawal-pengawal Turki. Pengangkatan ini merupakan senjata makan tuan, dimana Ahmad bin Buwaih yang diangkat sebagai amir umara’ dengan gelar Muiz ad daulah menurunkan khalifah Muktafie. Masa bani Buwaihiyyah ini, Abasiyyah menghadapi 2 polemik besar, yaitu:
a.        Adanya pemerintahan tandingan, yaitu berdirinya Fatimah (967-1171), dinasti Samaniah di Khurasan (847-1055), dinasti hamidiah di Suriah (924-1003), dinasti Umayyah di Spanyol (756-1030), dinasti Ghaznawiyah di Afganistan (962-1187).
b.       Adanya perang ideologi antara syi’ah dan sunni. Sebenarnya, Buwaihiyyah merupakan dinasti yang beraliran syi’ah, sehingga sejak awal pemerintahannya mereka memaksakan upacara-upacara syi’ah seperti upacara kematian Husain cucu Rasulullah harus diperingati, jika tidak mau maka akan dihukum atau disiksa. Namun pemaksaan tersebut tidak berjalan lama karena herus berhadapan dengan masyarakat Sunni ditambah dengan adanya manifesto Baghdad yang secara langsung menghentikan propaganda Buwaihiyyah atas Syi’ah di Baghdad.
4.       Periode Dinasti Saljukiyah Atau Pengaruh Turki Kedua (1054-1157 M). Masa ini berawal ketika Seljuk mengontrol kekuasaan Abasiyyah dengan mengalahkan Bani Buwaihiyyah dan berakhir dengan adanya serbuan Mongol. Kekuasaan Saljuk berawal ketika penduduk Baghdad marah atas tindakan jenderal Arselan Basasieri yang memaksa rakyat Baghdad untuk menganut syi’ah dengan cara menahan khalifah al-Qaim dan menghapuskan nama-nama khalifah Abasiyyah diganti dengan nama khalifah Fatimiah. Kondisi ini tidak berlangsung lama dengan dikalahkannya Arselan Basaseri oleh Tughrul Bey yang pernah menjadi tentara bayaran Abasiyyah. Tughrul bey berhasil mendudukkan khalifah al-Qaim pada jabatannya sebagai penguasa yang sah dan resmi dengan gelar kehormatan Sulthan wa Malik As Syirqi wa Maghrib dan juga mengawinkannya dengan putri khalifah al-Qaim, adapun khalifah yang memerintah masa pengaruh Turki kedua ada 11. Khalifah-khalifah itu hanya mempunyai wewenang dalam bidang keagamaan saja, sedangkan bidang lainnya dibawah dominasi Turki.
5.      Bebas Dari Pengaruh Lain (1157-1258). Masa sesudah kekhalifahan Abasiyyah sebenarnya bebas dari pengaruh manapun namun secara perlahan namun pasti menuju kehancuran dimana setelah berakhirnya Mas’ud bin Muhammad yang menghabisi kekuasaan Seljuk maka kekhalifahan Abasiyyah dikacau lagi dengan adanya kaum khuarzamsyah dari Turki yang dulunya menjaddi pembantu Seljuk yang kemudian menamakan diri dengan Atabeg (bapak raja/amir). Berkuasanya kaum Khuarzamsyah dibawah kepemimpinan sultan Alaudin Takash memaksa khalifah Nashir (khalifah ke-31) untuk mencari dukugan dari luar, dari bangsa Tartar  Mongol untuk menghancurkan lawan politiknya, dan inilah yang menjadi kesalahan terbesar Abasiyyah, karena selain menghancurkan Khurzamsyah bangsa Tartar juga memusnahkan Baghdad dan kota Islam lainnya sehingga sampai masa hulagu khan cucu Jengis Khan Abasiyyah sudah habis riwayatnya.

Pada masa Bani Abasiyyah dalam sistem pemerintahan mulai diadakan pembaharuan-pembaharuan dalam ketentaraan diantaranya adalah dengan:
a.       Membuka keanggotaan tentera bukan hanya untuk orang Arab saja akan tetapi juga kepada orang non Arab
b.        Mengemas sistem pentadbiran dan struktur organisasi ketenteraan
c.       Memberikan Gaji dan hadiah kepada tentera, misalnya: Khalifah hadiahkan sebidang tanah untuk menghargai jasa tentera. Cara ini dikenali sebagai "Al-Iqtha'
Dengan melakukan beberapa pembaharuan-pembaharuan tersebut akhirnya tentara Islam pada masa Bani Abasiyyah pun mengalami kejayaan.
Begitu juga bagian-bagian didalam kepemerintahan membentuk biro-biro pemerintah[7]:
1.      Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara.
2.    Nidhamul Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang mendapat otonomi penuh adalah “al-Qura” atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah.
3.    Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat.
4.    Baitul Maal, dengan tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara, Diwanul al-Azra’u untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang.
5.     Organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah al-Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim propinsi yang mengetuai Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetuai Pengadilan Negeri).
6.    Diwan al-Tawqi, dewan korespondensi atau kantor arsip yang menangani semua surat-surat resmi, dokumen politik serta instruksi ketetapan khalifah, dewan penyelidik keluhan departemen kepolisian dan pos.
7.    Diwan al-nazhar fi al mazhalim, dewan penyelidik keluhan adalah jenis pengadilan tingkat banding, atau pengadilan tinggi untuk menangani kasus-kasus yang diputuskan secara keliru pada departemen administratif politik.
8.    Diwan al-syurthah, departemen kepolisian yang dikepalai oleh seorang pejabat tinggi yang diangkat sebagai shahih al syurthah yang berperan sebagai kepala polisi dan kepala keamanan istana.
9.    Diwan al-barid, departemen pos, yang dikepalai oleh seorang pejabat yang disebut shahih al-barid, tugas departemen pos tidak terbatas pada memberikan layanan terbatas untuk surat-surat pribadi akan tetapi juga dimanfaatkan untuk mengantar para gubernur yang baru dipilih ke provinsi mereka masing-masing, juga untuk mengangkut tentara dan barang bawaannya.   

Popularitas Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun ar Rasyid dan putranya Al Ma’mun. Kekayaan banyak digunakannya dalam bentuk sosial, yakni dengan berbagai macam pembangunan tempat dan sarana Umum. Pada masanya pula terdapat 800 tabib , dan pada masa inilah kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, kesusteraan berada pada keemasannya. Dan pada masa inilah negara Islam, menjadi negara kuat yang tak tertandingi. Begitu pula dengan putranya, yakni al makmun, ia sangat cinta sekali dengan berbagai macam ilmu pngetahuan, sehingga pada masa kekhalifahannya bernagai macam buku ia terjemahkan, dan tak segan-segan menggaji berbagai penerjemah bahasa,pada masanya inilah yang menjadikan kota Bagdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
 Banyak sekali ilmuwan-ilmuwan yang di munculkan pada masa goldeng age ini, yang mana pendidikan pada masa daulah Muawiyah hanya berada atau berpusat di masjid-masjid, maka pada periode ini madrasah-madrasah dari semua tingkatan dimunculkan, dengan pelopor Nizam  al Mulk, begitu juga dengan ilmu tafsir, ilmu Hadist, dan banyak lagi ilmu-ilmu, baik itu ilmu eksak dan yang lainnya.
Sedangkan pada periode kedua masa pemerintahan Abbasiyah justru malah menurun, wilayah-wilayah Islam satu persatu mulai terpecah dan tercerai berai, di Andalusia, muncul Dinasti Ummawiyah kembali muncul yang mengangkat Abd al Rahman al Nashir menjadi khalifah. Begitu juga di Afrika Utara, kelompok syiah al Islamiyah membentuk  Dinasti Fathimiyah. Akibatnya pada periode abad ke 10 M ini sistem kekhalifahan akhirnya menjadi terpecah menjadi tiga bagian, yakni Bagdad, Afrika Utara, dan Spanyol. Di Mesir, Muhammad ikhsyid berkuasa atas nama Bani Abbas. Di Halb dan Mousil, Bani Hamdan muncul, begitu pula di Yaman, syiah Zaydiyah semakin kuat dengan kelompoknya. Di Bagdad, bani Buhawiyah berkuasa secara de Facto dan menjalankan pemerintahan Bani Abbas, sehingga khalifah hanya tinggal nama saja. Faktor-faktor yang menjadi sebab kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah:
1.      Pertentangan internal keluarga. Seperti halnya al manshur melawan Abd Allah ibn Ali pamannya sendiri. Konflik ini yang mengakibatkan keretakan psikologis yang mendalamdan menghilangkan solidaritas keluarga, sehingga mengakibatkan campur tangan kekuatan dari luar.
2.      Kehilangan kendali dan munculnya dinasti-dinasti kecil. Dengan buaian gemilang harta dan kekuasaan yang mana setiap orang akan lupa atas kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan, dengan semua kekuatan dan berbagai macam cara akan dilakukan untuk mencapai kekuasaan. Dan juga pada perdadana mentri seenaknya menggunakan kebijakan dari khalifah, merekapun berturut-turut melakukan kekuatan dari luar. Dengan kekuatan dari luar inii pun yang mengakibatkan kehancuran struktur kekuasaan dari dalam kekhalifahn itu sendiri. Dengan lemahnya sistem pemerintahan pusat, sehingga telah menggoda penguasa daerah utnuk melirik otonomisasi, seperti gubenur (amir) yang berdomisili di wilayah barat kota Bagdad seperti Idrisyah, Fathimiyah, Ummawiyah II, maupun yang berdomisili di Timur Bagdad, Tahiriyah, Samaniyah, untuk tidak lagi taat kepada Khalifah pusat. Pada kekacauan ini Holagu Khan keturunan dari Jengis Khan datang disertai dengan pasukan Tartar menghancurkan Bagdad dan meruntuhkan Bani Abbasiyah.



BAB III
PENUTUPAN

A.    KESIMPULAN

Dinasti Ummaiyah ini yang berlangsung selama ±91 tahun, yakni dari tahun 41-132 H, yang diperintah sebanyak 14 khalifah yang beribukota di Damaskus. Pada periode Bani Umawiyah ini dibagi menjadi tiga bagian periode, yakni permulaan, keemasan, dan keruntuhan. Dalam sistem pemerintahan Bani Umawiyah yakni monarki hereditis (kerajaan turun Menurun). Sikap ini pun diawali saat Muawiyah bin abu sufyan mengangakat anaknya Yazid utnuk dijadikan menjadi Khalifah berikutnya. ini pun dipengaruhi oleh keadaan Syria, saat ia menjabat sebagai gubenur disana, yang dipengaruhi sistem Monarki heredatis di Persia dan kekaisaran Byzantium. Pada masa Muawiyah I dimulai perubahan-perubahan administrasi pemerintahan, mulai dari pasukan pengawal raja, mendirikan balai-balai pendaftaran dan juga menaruh perhatian atas jawatan pos yang menjadi suatu susunan yang teratur yang menghubungkan bagian negara. Seperti dewan Sekretaris Negara (diwan al kitabah) yang terdiri dari lima sekretaris, yakni; katib ar rasail, katib al kharaj, katib al jund, katib al syurthah, dan katib al qadhi’; kementrian pajak tanah (Diwan al Kharaj) yang tugasnya mengawasi tugas Departemen Keuangan, kementrian pengesahan (Diwan Al Khatam) yang bertugas (Diwan Ar Rasail) untuk mengontrol permasalahan-permasalahan disetiap daerah, dan semua komunikasi dari para gubenur, kementrian urusan perpajakan (Diwan Al Mustaghalat). Pada masa keemasan Daulah Umawiyah yakni dengan pertumbuhan pembangunan di penjuru Damaskus, dengan pembangunan Masjid, gedung-gedung pemerintahan, dan juga kesejahteraan dari bangsa Arab, karena pada bangsa Arab non Islam, terjadi perbedaan dalam kesamaan hak. Keruntuhan Daulah ini ditengarai adanya kelompok-kelompok pembangkang dari masyarakatnya, dengan wafatnya khalifah Marwan ibn Muhammad maka berakhir pula Dinasti Ummawiyah.
Dinasti Abbasiyah adalah pengubah peradaban dunia Islam setelah Dinasti Ummawiyah. Yakni selama lima abad, dari 750-1258 M. Dinasti ini pun berasal dari nama keluarga Bani Hasyim, yang seketurunan dengan nabi Muhammad SAW. Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik. Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Selama lima abad, pemerintahan ini pun ada 37 khalifah yang menjalankan amanah menjadi pemimpin muslimin. Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dapat dibagi dalam dua periode. Periode I adalah masa antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai al-Mustakfi. Periode II adalah masa 945-1258 M, yaitu masa al-Mu’ti sampai al-Mu’tasim. Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh wazir (perdana menteri) yang jabatannya disebut wizaraat. Wizaraat ini dibagi menjadi 2 yaitu: pertama, wizaraat tafwid (memliki otoritas penuh dan tak terbatas), waziraat ini memiliki kedaulatan penuh kecuali menunjuk penggantinya. Kedua, wizaraat tanfidz (memiliki kekuasaan eksekutif saja) wizaraat ini tidak memiliki inisiatif selain melaksanakan perintah khalifah dan mengikuti arahannya. ciri-ciri sistem pemerintahan yang menonjol yang tidak terdapat di zaman bani Umayyah, antara lain : (1) dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab. Sedangkan Dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab, (2) dalam penyelenggaraan negara, pada masa bani Abbas ada jabatan Wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah, (3) ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya belum ada tentara Khusus yang profesional. Selain sistem pemerintahan diatas Abasiyyah juga memiliki beberapa biro pemerintahan yang menangani beberapa permasalahan diantaranya adalah,  diwanul kitaabah, nidhamul idary al-markazy, amirul umara, diwanul khazaanah, diwanul al-azra’u, diwan khazaainus sila, qiwan qadlil qudha, al-sutrah al-qadlaiyah, qudhah al-aqaalim, qudlah al-amsaar, diwan al-tawqi, diwan al-nazhar fi al mazhalim, diwan al-syurthah, dan diwan al-barid. Dalam bidang ketentaraan juga mengalami perkembangan yang sangat pesat, begitu juga dengan ilmu pengetahuan, kesusteraan, ilmu tafsir, hadist, dan juga banyak muncunlnya para ilmuwan, sehingga dapat dikatakan, bahwa periode Bani Abbasiyah membawa peradaban keemasan Islam di penjuru dunia. Sedangkan pada abad ke 10 M ini sistem kekhalifahan akhirnya menjadi terpecah menjadi tiga bagian, yakni Bagdad, Afrika Utara, dan Spanyol. Di Mesir, Muhammad ikhsyid berkuasa atas nama Bani Abbas. Di Halb dan Mousil, Bani Hamdan muncul, begitu pula di Yaman, syiah Zaydiyah semakin kuat dengan kelompoknya. Di Bagdad, bani Buhawiyah berkuasa secara de Facto dan menjalankan pemerintahan Bani Abbas, sehingga khalifah hanya tinggal nama saja. Faktor-faktor yang menjadi sebab kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah: 1. Faktor internal, dari keluarga khalifah, untuk merebutkan kekuasaan. 2. Kehilangan kendali dan munculnya dinasti-dinasti kecil. Dengan ketidak seimbangnya kekuasaan dalam negeri maka tibalah pasukan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, menumbangkan Dinasti Abbasiyah. Sehingga runtuhlah Dinasti yang telah berkibar selama lima Abad.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Hasan. Hasan Ibrahim,2001, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
2.      Syalabi,2003, Sejarah dan kebudayaan Islam 2, Jakarta: PT Pustaka Al Husna Baru
3.      Rofiq, Choirul, 2009, Sejarah Peradaban Islam- Dari Masa Klasik Hinga Modern, Ponorogo: STAIN Press
4.      No name, 2004,Tafsir Ahlus Sunnah wal Jam’ah, Surabaya: Karya Pembina
5.      Maryam. Siti,2004, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hinga Modern,Yogyakarta:LESFI
6.      Ratna (2012), Sistem Pemerintahan dan Politik Pada Masa Abbasiyah, ratnatus.blogspot.com

                                                                




[1] Choirul Rofiq, Sejarah Peradaban Islam-Dari Masa Klasik Hingga Modern, Ponorogo:STAIN Ponorogo press 2009  117
[2] Ibid 117
[3] Ibid 118
[4] Ibid 120
[5] Ratna, Sistem Pemerintahan dan Politik Pada Masa Abbasiyah, ratnatus.blogspot.com, 2012, 01 April 2014

[6] Ratna, Sistem Pemerintahan dan Politik Pada Masa Abbasiyah, ratnatus.blogspot.com, 2012, 01 April 2014
[7] Ratna, Sistem Pemerintahan dan Politik Pada Masa Abbasiyah, ratnatus.blogspot.com, 2012, 01 April 2014

Labels: Makalah

Thanks for reading Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umawiyah dan Dinasti Abbasiyah. Please share...!

Back To Top